Pasar Tradisional Batusangkar: Surga Cita Rasa dan Warisan yang Terjaga


Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, ada sebuah pasar yang tetap setia pada tradisi. Pasar Batusangkar, yang terletak di jantung Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, seolah menjadi saksi bisu warisan kuliner yang hidup dari tahun ke tahun.

Di salah satu sudut Pasar Batusangkar, sebuah tempat jualan sederhana dikerumuni pembeli. Bukan startup unicorn, melainkan pedagang martabak kampung yang sudah lebih dari dua dekade bertahan, lebih tahan banting daripada banyak bisnis di pusat kota.

Martabaknya bukan sembarang martabak, dibuat dari adonan tepung terigu kampung, dicampur kelapa parut, dan aneka toping hingga dipanggang perlahan di atas wajan datar berbahan bakar arang, menghasilkan aroma khas dan rasa gurih manis yang sulit dilupakan.

“Saya bikin martabak ini pakai resep dari ibu saya dulu. Enggak pakai bahan pengawet, semua alami. Orang-orang sekarang bilang rasanya nostalgia,” tutur pedagang laki-laki itu sambil menuang adonan ke wajan.

Empat wajan di hadapannya terus menyala tanpa henti, masing-masing mematangkan adonan martabak kampung yang harum menggoda. Di sampingnya, seorang perempuan tampak cekatan membantu, menuangkan aneka topping, mulai dari coklat, kacang, hingga tape ketan. 

Proses pembuatan martabak kampung itu dilakukan secara sederhana, tanpa mesin canggih. Semua dikerjakan secara manual, mengandalkan arang sebagai sumber panas dan tangan terampil yang sudah terbiasa menakar rasa secara naluriah. Kesederhanaan itulah justru menghadirkan cita rasa otentik yang kini makin sulit ditemukan.

“Martabaknya enak. Kalau hari balai (hari berlangsungnya pasar) saya beli di sini. Murah juga, anak saya selalu suka,” tutur salah satu pembeli Meli (54). 

Makanan manis khas Pasar Batusangkar tak hanya martabak kampung. Kue mangkuak (mangkok) juga menjadi primadona yang banyak diburu pengunjung pasar.

Yang menarik, kue mangkuak di sini tampil dalam ragam warna yang memikat, mulai dari kuning cerah hingga ungu lembut. Meski warnanya tampak mencolok, semuanya berasal dari bahan alami. “Tidak pakai pengawet, tidak pakai pewarna buatan. Semua bahan alami dan buatan sendiri,” ujar Lita, salah satu penjual kue mangkuak di Pasar Batusangkar.

Di seberang lapaknya, aroma khas pangek Simawang, terasa menggelitik hidung. Pangek Simawang adalah makanan lokal yang dimiliki Nagari Simawang Kabupaten Tanah Datar dengan bahan utama ikan sasau, ikan khas Danau Singkarak. 

Pangek Simawang diolah dengan bumbu gulai biasa seperti cabai merah, bawang merah dan putih, ketumbar, asam kandis serta berbagai rempah lain sehingga menghasilkan cita rasa pedas asam dan daging ikannya yang empuk. 

Kue Pangkek.jpeg
Kue mangkuak (Foto: Inilah.com/Harris Muda)

Pangek tersebut menjadi salah satu masakan andalan di daerah setempat di tepian Danau Singkarak tidak terkecuali warga Nagari Simawang. Mita, warga asal asal kota Bukittinggi, mengaku sengaja datang ke Pasar Batusangkar untuk sekadar mencicipi pangek Simawang. 

“Di daerah saya sulit ini dicari. Bikinnya pun saya enggak bisa, enggak seenak orang asli yang bikin pangek ini,” kata Mita. 

Ada sekitar tujuh pedagang yang menjajakan pangek Simawang di sekitar area pasar. Menurut Mita, hampir semuanya menawarkan cita rasa yang lezat dan khas, nyaris tak pernah mengecewakan lidah. “Rasanya itu kuat banget bumbunya, enggak ada yang gagal kalau soal rasa. Hampir semua enak,” ujar Mita. 

Di tengah dinamika ekonomi dan tantangan globalisasi, pasar ini menjadi ruang pengingat: bahwa nilai tradisi dan keaslian rasa tetap tak tergantikan.

Pasar Batusangkar juga bukan hanya pasar, tetapi sebuah perjalanan melewati waktu yang menyuguhkan rasa, sejarah, dan kehangatan yang tak dapat ditemukan di tempat lain.