Di tengah serbuan konten digital dan budaya instan, kebiasaan membaca buku perlahan tergeser. Padahal, literasi tetap menjadi fondasi penting untuk membangun generasi muda yang kritis, kreatif, dan kompetitif.
Data Survei Sosial Budaya Nasional (Susenas) BPS 2022 menunjukkan hanya sekitar 17% penduduk Indonesia yang rutin membaca buku. Tantangan literasi bukan lagi pada jumlah produksi, melainkan pada akses, distribusi, dan kebiasaan membacanya.
Menanggapi kondisi ini, berbagai inisiatif bermunculan untuk mengembalikan budaya membaca ke tengah masyarakat, terutama anak-anak dan generasi muda di wilayah pesisir dan perdesaan.
Salah satu program yang menonjol datang dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Dalam peringatan Hari Buku Nasional, Sabtu (17/5), Direktur Utama PNM Arief Mulyadi mengatakan pihaknya tidak ingin menjadikan momen ini hanya seremoni.
“Literasi itu bukan soal ada buku atau tidak. Ini soal bagaimana kita membuat buku hadir dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Arief.
PNM menghadirkan Sudut Literasi, ruang baca fisik yang kini telah tersebar di berbagai daerah seperti Banyuwangi. Program ini ditujukan bagi anak-anak nasabah prasejahtera, agar tetap memiliki akses terhadap bacaan bermutu.
Selain itu, PNM juga mengembangkan inovasi digital bertajuk Tiba di PNM—sebuah perpustakaan berbasis QR code yang dapat dipindai oleh siapa pun untuk mengakses ratusan buku digital, mulai dari cerita anak hingga literatur UMKM dan edukasi keuangan.
“Dengan lebih dari 15 juta nasabah aktif Mekaar di seluruh Indonesia, kami percaya langkah ini dapat menciptakan efek berantai terhadap budaya literasi, terutama di tingkat akar rumput,” tambah Arief.
PNM menegaskan bahwa upaya literasi adalah bagian dari misi besar pemberdayaan masyarakat. Bukan hanya secara ekonomi, tapi juga dalam hal pengetahuan dan pola pikir.
“Buku harus tetap menjadi jangkar di tengah derasnya arus digital. Literasi adalah fondasi agar generasi kita bukan hanya pintar teknologi, tapi juga kokoh dalam berpikir,” tutupnya.