Utang Luar Negeri Indonesia Meroket, Ekonom Peringatkan Dampaknya


Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengakui pemerintah memang sedang agresif menerbitkan utang. Hal ini terlihat dari semakin menggunungnya utang luar negeri (ULN) Indonesia.

“Kenaikan ULN yang dipicu dari jumlah utang pemerintah yang menjadi bukti pemerintah sedang agresif menerbitkan utang baru. Ada momen utang jatuh tempo pada Juni 2025 sebesar Rp178,9 triliun, lalu utang jatuh tempo pada Agustus sebesar Rp105,3 triliun dan Oktober Rp100,7 triliun. Angka ini belum termasuk kebutuhan pembiayaan defisit anggaran yang terus melebar, terutama untuk membiayai koperasi merah putih, MBG dan program populis lainnya,” tutur Bhima kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Minggu (18/5/2025).

Menurutnya jika utang luar negeri pemerintah semakin tumbuh melampaui utang swasta, maka dampaknya adalah beban utang makin tidak produktif, padahal penerimaan negara sebagian besar Rupiah, sementara pembayaran utang harus menggunakan valas.

“Ini bisa menyebabkan pelemahan kurs Rupiah dan cadangan devisa (cadev) yang ikut turun secara signifikan. Rasio DSR juga semakin berkurang kualitasnya – semakin tidak match antara penerimaan valas untuk membiayai kewajiban pembayaran utang,” ungkapnya.

Risiko berikutnya adalah kenaikan ULN di saat harga komoditas dan kinerja ekspor sedang rendah, bisa memicu tekanan risiko ekonomi lebih besar.

“Yang dirugikan dari pemerintah menarik ULN adalah swasta. Sebab tawaran bunga utang swasta harus lebih menarik dibanding surat utang pemerintah sehingga kreditur mau membeli obligasi swasta,” ujar Bhima.

“Tentu implikasi ke suku bunga bakal lebih tinggi, dan interest payment atau biaya bunga akan membuat swasta melakukan beragam efisiensi termasuk efisiensi karyawan (PHK),” tandasnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia mengumumkan utang luar negeri Indonesia pada triwulan I 2025 mencapai US$430,4 miliar atau sekitar Rp 7.144,6 triliun

Dengan kurs Rp16.558/US$, ULN Indonesia setara dengan Rp7.144,6 triliun. Porsi ULN di triwulan I-2025 itu, meningkat 6,4 persen secara tahunan atau year on year (tiwulan I-2024). Jika dibandingkan dengan ULN kuartal IV-2024 naik 4,3 persen.

Namun demikian, pihak BI bersikukuh ULN Indonesia masih terjaga. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, dikutip Jumat (17/5/2025) mengatakan ULN pemerintah Indonesia di kuartal I-2025, melejit 7,6 persen secara tahunan (year on year/yoy). Dengan begitu, utang pemerintah saat ini mencapai US$206,9 miliar (Rp3.425,9 triliun), atau tumbuh 3,3 persen dibandingkan triwulan IV-2024.

Ramdan mengatakan perkembangan utang luar negeri ini dipengaruhi penarikan utang dan aliran masuk modal asing di Surat Berharga Negara (SBN) internasional. Dengan masuknya dana asing untuk membeli SBN, artinya pemerintah menambah utang baru.