Media Asing Merunut Perjalanan Panjang Jokowi Membangun Dinasti Politik

Kita harus melihat bahwa saat ini ada poros baru dalam politik Indonesia, dan itu adalah keluarga Jokowi. Mereka akan berpengaruh setidaknya lima hingga 10 tahun ke depan.

 

Langkah Gibran Rakabuming Raka menjadi orang nomor dua di negeri ini kian terang setelah berbagai hasil penghitungan cepat pemilihan presiden menunjukkan kemenangan Prabowo Subianto. Kemenangan ini disebut sebagai bagian dari upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) membangun dinasti politiknya.

Para pengamat mengatakan, upaya Jokowi membangun dinasti politik telah dimulai sejak bertahun-tahun lalu, bahkan sebelum gaung pemilihan presiden. Media asing berbasis di Singapura, Channel News Asia (CNA) dalam laporannya mengungkapkan perjalanan dinasti politik Jokowi dimulai di awal 2019 ketika tersebar rumor kepemimpinan tiga periode.

Lalu putra Jokowi, Gibran, dan menantunya Bobby Nasution tiba-tiba muncul di kancah perpolitikan Indonesia. Dengan pengalaman politik yang nyaris nihil, keduanya bahkan terpilih menjadi kepala daerah. “Semua ini kemudian bermuara pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuat Gibran layak maju menjadi wakil presiden, mendampingi Prabowo Subianto, menteri pertahanan yang mencalonkan diri menjadi presiden untuk ketiga kalinya,” ungkap laporan tersebut.

Melihat hasil quick count dengan perolehan lebih dari 50 persen suara, mengalahkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (sekitar 25 persen) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (sekitar 16 persen), Prabowo dan Gibran akan melangkah ke tampuk pimpinan negeri ini.

Awal Mula Dinasti Politik

Pada 26 Februari 2021 di tengah kondisi pandemi COVID-19, Gibran dilantik menjadi Wali Kota Solo, jabatan yang pernah diemban Jokowi pada 2005 hingga 2012. Padahal pada 2018, Gibran pernah mengatakan tidak tertarik pada dunia politik. Namun setahun kemudian pada 2019, Gibran bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Beberapa hari setelahnya pada Desember 2020, dia menyatakan dirinya ingin maju menjadi Wali Kota Solo, dan PDIP merestui.

“Masyarakat sipil ketika itu menyampaikan kekhawatiran, termasuk kritik terhadap PDIP, pertanyaan mengapa orang yang tidak punya pengalaman di partai politik dalam semalam bisa mencalonkan diri menjadi walikota,” kata Yoes Kenawas, pengamat politik dari Universitas Atma Jaya.

Tapi dalam kasus Gibran, dia berkontestasi di kota tempat Jokowi sudah seperti sultan, raja. Solo adalah basis Jokowi, basis PDIP, tempat Gibran bisa menang mudah karena Jokowi dan PDIP punya banyak pendukung di sana. Di tahun yang sama, menantu Jokowi Bobby Nasution juga mengambil sumpahnya untuk menjadi Wali Kota Medan. Suami dari putri Jokowi, Kahiyang Ayu, juga didukung PDIP. 

Kritikan soal dinasti politik sudah menyeruak di kala Gibran dan Bobby mencalonkan diri pada tahun 2020. Jokowi membantahnya. “Dinasti apa? Pemilu ini ditentukan oleh rakyat. Semua orang berhak memilih dan dipilih,” kata Jokowi ketika itu kepada pers.

Isu Tiga Periode

Masih mengutip laporan CNA, isu tiga periode muncul setelah Jokowi memulai periode kepemimpinan keduanya pada Oktober 2019. Ketika itu, para anggota MPR dilaporkan tengah membahas amandemen konstitusi untuk memperpanjang masa jabatan presiden lebih dari dua periode dengan dalih kehendak rakyat. Padahal konstitusi membatasi presiden Indonesia hanya bisa memimpin dua periode. 

Pada Maret 2021, Jokowi menyatakan keengganannya. “Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak berminat juga menjadi presiden tiga periode. Konstitusi mengamanatkan dua periode. Itu yang harus kita jaga bersama-sama,” kata dia.

Tidak jelas siapa yang pertama kali menyuarakannya. Namun masyarakat menolak amandemen yang akan memperbolehkan presiden menjabat hingga tiga periode. Usul ini meredup ketika partai-partai, termasuk PDIP, telah menentukan calon presiden mereka sendiri pada 2023. 

Si Bungsu Jadi Ketua Partai

Isu tiga periode Jokowi seakan mulai menguap, namun isu dinasti politik masih menyeruak. Putra bungsu Jokowi Kaesang Pangarep bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada 23 September 2023. Dua hari kemudian, Kaesang ditunjuk menjadi ketua umum PSI, isu dinasti politik dan nepotisme kembali mengemuka.

post-cover
Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep (Foto: Inilah.com/Diana Rizky)

PSI dibentuk pada 2014 oleh para pendukung dan lawan Jokowi mengincar suara anak-anak milenial. Yoes mengatakan, PSI adalah “proyek eksperimen” Jokowi untuk melihat apakah partai itu bisa masuk parlemen nasional dan menjadi kendaraan untuk meneruskan warisannya. “Hal ini (penunjukan Kaesang) harus dilihat sebagai upaya Jokowi untuk membangun dinasti politik,” kata Yoes.

Hal yang sama disampaikan Jefferson Ng, peneliti di S Rajaratnam School of International Studies, Singapura, yang mengatakan bahwa PSI akan menjadi kendaraan bagi Jokowi untuk memberikan pengaruh pada perpolitikan Indonesia pasca-pemilu.

Petisi Mahkamah Konstitusi

Pada Agustus 2023, beberapa petisi – termasuk oleh anggota PSI – diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengubah persyaratan usia calon presiden dan wakil presiden. Sebelumnya, hanya mereka yang berusia di atas 40 tahun yang boleh mencalonkan diri. MK yang dipimpin paman Gibran, Anwar Usman, meloloskan salah satu petisi. Dalam Keputusan MK itu, seseorang yang berusia di bawah 40 tahun boleh maju dalam pilpres asalkan pernah terpilih melalui pemilu, termasuk kepala daerah.

Pada 22 Oktober 2023, Prabowo secara resmi mengumumkan Gibran menjadi cawapresnya. Ketidakpuasan masyarakat semakin menjadi-jadi. Aksi protes terjadi di banyak tempat menentangnya. Keputusan MK itu juga dinyatakan sebagai pelanggaran etika oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada 8 November 2023, berakhir dicopotnya Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. Namun keputusan MK sebelumnya sudah final dan mengikat, tak bisa diubah lagi.

“Dengan keputusan (MK) ini, secara langsung membangkitkan kembali nilai-nilai Orde Baru yang dulu kita lawan,” kata Muhamad Kholi, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, merujuk kepada rezim otoriter Presiden Soeharto. “Ini adalah awal dari nepotisme dan kita semua menentang kebijakan ini karena telah menodai demokrasi Indonesia,” lanjut dia.

Yoes mengatakan bahwa pembangunan dinasti politik dimaksudkan untuk mempertahankan pengaruh Jokowi dan memastikan kebijakan-kebijakan di pemerintahannya tetap berlanjut. Salah satu yang paling penting adalah pemindahan ibu kota dari Jakarta ke dKalimantan. “Saya kira Jokowi bukan tipe orang yang ingin memperkaya diri sendiri, tapi dia ingin melanjutkan warisannya,” kata Yoes. 

Jokowi dinilai telah secara efektif membangun ‘dinasti demokrasi’ dan akan terus memberikan pengaruhnya di Indonesia. “Kita harus melihat bahwa saat ini ada poros baru dalam politik Indonesia, dan itu adalah keluarga Jokowi. Mereka akan berpengaruh setidaknya lima hingga 10 tahun ke depan,” kata Yoes.

 

Sumber: Inilah.com