Lonjakan Harga Beras Bukti Kegagalan Pemerintah Hadirkan Swasembada

Anggota Komisi XI DPR RI Hidayatullah menilai melonjaknya harga beras yang merupakan tertinggi sepanjang sejarah, merupakan bukti kegagalan pemerintah dalam menghadirkan swasembada beras. Oleh karena, pada akhirnya, ketersediaan beras dalam negeri bergantung pada impor dan mempengaruhi permintaan dan penawarannya.

“Memang persoalannya itu kan dari sisi produksi, barangnya, dan ini kan dimulai dari kegagalan pemerintah melakukan swasembada beras. Karena gagal (swasembada beras lalu) bergantung kepada impor,” ujar Hidayatullah seusai mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi XI di Batam, Kepri, dikutip di Jakarta, Senin (4/3/2024). 

Politikus PKS ini melanjutkan, bergantung pada impor ini menyangkut masalah harga dan masalah ketersediaan berasnya dari negara-negara tersebut. “Di situ yang akhirnya bisa menyebabkan tidak seimbangnya antara permintaan dan penawaran,” tambah Hidayatullah.

Dari sisi Bank Indonesia, Hidayatullah menilai sudah maksimal upaya yang dilakukan BI. Namun, persoalan kenaikan harga beras ini merupakan persoalan stok, di mana adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Meskipun saat ini berdasarkan informasi, menurutnya, seolah-olah stok tetap ada, namun hal ini tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

“Kalau stok ada nggak mungkin harga naik, kan hukum alam tidak bisa diakalin. Artinya, kalau memang barang nggak ada pasti otomatis harganya akan naik, kecuali spekulan-spekulan bermain. Kalau spekulan bermain kan pemerintah yang berkuasa gampang saja menurut saya. Jadi, saya lebih cenderung ini masalah ketersediaan stok,” ungkapnya. 

Ia menuntut pemerintah harus bersungguh-sungguh menyiapkan persediaan pangan. Jangan hanya untuk empat sampai lima bulan saja, melainkan untuk setahun, sehingga persoalan klasik terjadinya kenaikan harga pangan jelang hari-hari besar tidak terjadi setiap tahun.

“Asal ada hari besar otomatis harga naik, otomatis harga naik begitu. Jadi, saya kira ini masalah mudah, uang ada, tingkatkan produksi kekurangannya baru dari impor. Saya kira beberapa tahun kalau fokus untuk sektor pangan ini itu bisa (swasembada pangan). Untuk Indonesia yang semuanya tersedia, lahannya subur, dan APBN-nya mendukung, tinggal kesungguhannya saja,” tegasnya.

Di sisi lain, selain gagal menghadirkan swasembada beras, pemerintah juga telah salah langkah melakukan penyaluran bantuan sosial (bansos) besar-besaran. Sebab, menurutnya, bansos yang jor-joran ini juga menjadi penyebab stok beras semakin tidak ada.

“Karena stoknya nggak ada, saya yakin spekulan juga pasti bermain cari untung di sni. Semua sisi akhirnya menyebabkan harga itu naik dan kuncinya semua harusnya penanggungjawabnya tetap harus pemerintah,” ujar Hidayatullah menekankan.

“Sebenarnya ini bisa diakali. Karena sekali lagi ini problem tiap tahun, problem ini setiap tahun, ya kalau jor-joran bansos mungkin itu 5 tahun sekali ya, tapi kalau soal hari besar itu seharusnya sudah bisa diatasi dengan baik,” tambah dia.

 

Sumber: Inilah.com