Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik atas diberlakukannya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura. Perjanjian ini membuka peluang kepada KPK menangkap pelaku kasus korupsi yang kabur ke sana.
“Karena dengan perjanjian ini kedua negara telah bersepakat untuk sama terikat untuk saling menyerahkan tersangka terdakwa sampai terpidana yang melarikan atau bersembunyi di Singapura,” kata Wakil Ketua Nurul Ghufron melalui keterangannya kepada wartawan, Senin (25/3/2024).
Ghufron menambahkan, perjanjian ini diterapkan secara retroaktif 18 tahun ke belakang artinya ini berlaku kepada semua tersangka tindak pidana yang peristiwanya telah lampau 18 tahun yang lalu.
“KPK sangat berharap tidak ada lagi belahan dunia khususnya yang bertetangga dengan Indonesia yang menjadi tempat aman untuk melarikan diri bersembunyi atau pun menyimpan hasil kejahatannya,” ujar dia.
Menambahkan, Wakil Johanis Tanak menyebut pihaknya bakal segera mendeteksi beberapa buronan atau tersangka korupsi yang diduga melarikan diri ke Singapura. Ia pun menggarisbawahi, dalam pelaksanaan tindakannya mengikuti aturan yang berlaku dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.
“Dengan adanya kesepakatan Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, tentu KPK akan melaksanakannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati tersebut. Iya betul (kami akan medeteksi buronan atau tersangka korupsi yang kabur ke Singapura),” kata dia.
Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura yang mulai berlaku, dapat memperkuat jangkauan upaya penegakan hukum.
“Melalui Perjanjian tersebut, Indonesia dapat memperkuat jangkauan upaya penegakan hukum nasional dan pemberantasan tindak pidana,” ujar Ari Dwipayana dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (23/3/2024).
Ari menjelaskan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura merupakan kerangka kerja sama hukum untuk melakukan penyerahan pelaku tindak pidana (ekstradisi) antar kedua negara, yang sudah disahkan menjadi UU Nomor 5 Tahun 2023.
Pada dasarnya, kata dia, perjanjian tersebut berlaku untuk mengekstradisi para pelaku 31 jenis tindak pidana, di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, narkotika, terorisme, dan pendanaan terorisme.
Leave a Reply
Lihat Komentar