Hentikan Proyek IKN Jika Terpilih Presiden, Anies Bawa Nasib Guru Honorer

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan menilai meski terdapat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara namun pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) tidaklah mendesak untuk dikerjakan. Salah satu bentuk ketidak mendesakan, yakni terkait kemampuan anggaran pemerintah.

Demikin disampaikan Anies, saat bertemu dengan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat di Jakarta, Jumat (1/12/2023).

“Kita memiliki tantangan pembangunan yang banyak dan urgen. Lalu, kita memiliki sumber daya fiskal yang terbatas,” kata Anies.

Mantan gubernur DKI Jakarta itu pun mempertanyakan apakah sumber daya fiskal yang terbatas itu akan digunakan untuk membangun suatu tempat atau membiayai hal mendesak. Salah satu hal urgen yang disorot Anies ialah adalah soal honor guru.

Menurut Anies, wacana pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM) akan bersifat kontraproduktif apabila anggaran triliunan rupiah tidak dialokasikan untuk honor guru. Terlebih lagi, tambahnya, saat ini honor bulanan guru hanya cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari sekitar 10-15 hari saja.

“Ya, kalau kita ingin kualitas manusia yang lebih baik, ya, gurunya dibenerin. Gimana guru bisa konsen ngajar ketika gajinya hanya cukup untuk 10 hari-15 hari?” kata mantan rektor Universitas Paramadina itu.

Sehingga, meskipun telah ada UU IKN, kata Anies, dia memiliki skala prioritas apabila nantinya terpilih memenangi Pilpres 2024 dan menjalankan pemerintahan. Menurut dia, suatu pembangunan ada yang bersifat penting dan bersifat mendesak.

“Kami menyebutnya important and urgent. Nah, important and urgent harus segera diselesaikan, tetapi kalau important (but) not urgent, ini bisa dikerjakan nanti,” ujar Anies Baswedan.

Anies pernah digugat guru honorer

Sebagai catatan, saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, Anies sempat digugat Guru Honorer di SMPN 84 Koja, Jakarta Utara, Sugianti (43) sebesar Rp5 miliar.

Kuasa hukum Sugianti, Pitra Romadoni ketika itu mengatakan, gugatan sebesar Rp5 miliar dihitung berdasarkan kerugian materi yang diderita kliennya selama belum diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) sejak dinyatakan lolos seleksi calon PNS pada 2014.

Pita mengatakan, Sugianti telah dinyatakan lulus sebagai calon PNS pada Februari 2014. Namun, tiba-tiba namanya menghilang saat pemberkasan yang dilakukan Dinas Pendidikan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) setempat pada 2015.

Sugianti lalu melakukan upaya hukum dengan melayangkan gugatan ke PTUN dengan tergugat Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Mulai dari gugatan pertama, banding, hingga kasasi semuanya dimenangkan oleh Sugianti.

Pemprov DKI diperintahkan untuk melanjutkan proses pengangkatan Sugianti menjadi PNS. Putusan itu ingkrah per 27 Maret 2018. Namun sampai hari ini, Sugianti masih berstatus sebagai guru honorer.

Perkara ini pun sempat di mediasi oleh Komnas HAM.

Sumber: Inilah.com