Calon wakil presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin bertekad ingin mengembalikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lembaga independen yang super power seperti sedia kala.
Ia berjanji jika dirinya nanti memenangkan kontestasi dan terpilih sebagai Wakil Presiden RI, akan mengembalikan UU KPK ke asalnya, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Demikian ia sampaikan, dalam diskusi gagasan capres dan cawapres di Universitas Andalas, Sumatra Barat, Senin (4/12/2023).
“KPK harus dikembalikan ke Undang-Undang aslinya. Lembaga independen, mandiri, tidak boleh ada intervensi satu pun. Caranya gampang. Begitu jadi, langsung kita keluarkan Perppu kembali ke UU asal KPK,” kata Cak Imin.
Dia mengatakan KPK harus dikuatkan bukan justru bertambah lemah. Dengan begitu, ekonomi Indonesia akan bisa terselamatkan. “Supaya kalau KPK sudah kuat, jangan dilemahkan. Itu salah satu syarat agar kita menyelamatkan demokrasi sekaligus menyelamatkan ekonomi dan uang negara,” ucapnya.
Diketahui, isu pelemahan KPK melalui revisi UU kembali menguat usai eks Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan bahwa revisi tersebut terjadi karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) kurang berkenan lembaga antirasuah mengusut perkara korupsi e-KTP.
Sebelum terjadi revisi, Agus mengaku pernah dimarahi Presiden Joko Widodo (Jokowi) lantaran menangani kasus korupsi e-KTP, pada tahun 2017 silam.
Pasalnya kasus tersebut menjerat Setya Novanto, yang kala itu menjabat sebagai Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai pendukung pemerintahan Jokowi.
Saat itu, Agus merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus. Namun, kala itu dipanggil seorang diri. Ia juga diminta masuk ke Istana tidak melalui ruang wartawan melainkan jalur masjid.
Ketika memasuki ruang pertemuan, Agus mendapati Jokowi sudah marah. Ia pun heran dan tidak mengerti maksud Jokowi. Setelah duduk ia baru sadar Jokowi minta kasus tersebut disetop. “Presiden sudah marah, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’,” tutur Agus.
Agus menolak perintah Jokowi. Sebab, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e KTP dengan dengan tersangka Setya Novanto sudah terbit tiga minggu sebelumnya.
Agus melanjutkan, beberapa waktu setelah kejadian itu, Undang-Undang KPK direvisi. Setelah direvisi, KPK memiliki mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Ketika masa revisi, lembaga antirasuah diserang buzzer dan dituding jadi sarang taliban atau radikalis. Hal itu membuat dukungan ke KPK begitu kurang. “Itu salah satu yang setelah kejadian revisi UU KPK kemudian menjadi perenungan saya, oh ternyata (penguasa) ingin KPK itu bisa diperintah-perintah,” jelas Agus.
Sekadar informasi, e KTP merupakan salah satu megaproyek yang dikorupsi rama-ramai. Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), negara rugi Rp2,3 triliun. Setya Novanto pun akhirnya divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi e-KTP itu.
Leave a Reply
Lihat Komentar