Rafah di Ujung Bencana, Para Jagal Israel Siap Menyerang

rafah-di-ujung-bencana,-para-jagal-israel-siap-menyerang
Rafah di Ujung Bencana, Para Jagal Israel Siap Menyerang


Israel tampaknya menyalahkan Hamas atas kebuntuan perundingan dan bakal melancarkan serangan terhadap kota Rafah yang sudah berkali-kali mendapat ancaman. Sekitar 1,4 juta warga dan pengungsi di Rafah kini tidak punya tempat tujuan lain selain bersiap menghadapi mimpi buruk dan kematian.

Jika membaca komentar para pemimpin dunia, mungkin akan terbuai dan percaya bahwa Rafah adalah tempat yang aman. Namun kota ini telah berada di ambang teror sejak Israel melancarkan serangan genosida pada 7 Oktober. Jumlah korban harian akibat genosida sangat besar bahkan tanpa adanya invasi darat.

Sejak Oktober, banyak keluarga di Rafah mengalami nasib buruk. Pembantaian Israel dari udara tidak pernah surut, bahkan ketika Israel memerintahkan lebih dari satu juta orang di utara Jalur Gaza untuk mengungsi ke selatan.

Pasukan Israel Senin (6/5/2024), menyerukan kepada orang-orang di Rafah, yang menjadi tempat pengungsian sejumlah besar warga Palestina, untuk mengungsi ke wilayah kemanusiaan yang diperluas. Langkah ini dilakukan ketika Israel dan Hamas saling menyalahkan atas kegagalan perundingan gencatan senjata.

post-cover
Beberapa warga Rafah mencoba mencari selamat setelah militer Israel memerintahkan masyarakat sipil untuk mengungsi. (Foto: Tangkapan layar Al Jazeera)

Mengutip Al Jazeera, militer Israel mengatakan dalam postingan media sosial bahwa mereka mendorong penduduk di Rafah timur untuk pindah ke daerah di kamp pengungsi al-Mawasi, yang terletak di tepi Mediterania di sebelah barat Khan Younis. Pihak militer mengatakan seruan untuk melakukan relokasi sementara akan disampaikan melalui brosur, pesan SMS, panggilan telepon dan siaran media dalam bahasa Arab.

“[Pasukan Israel] akan terus mengejar Hamas di mana pun di Gaza sampai semua yang mereka sandera kembali ke rumah,” katanya. Dalam postingan di X, juru bicara militer Israel Avichay Adraee merinci seruan tersebut ditujukan kepada semua orang di daerah ash-Shoka di lingkungan as-Salam, Janina, Tabet Ziraa dan al-Byouk. Seorang juru bicara militer Israel mengatakan kepada wartawan bahwa sekitar 100.000 orang sedang dievakuasi.

Netanyahu Bersikeras Serang Rafah

Seorang pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan kepada Reuters bahwa perintah evakuasi Israel dan serangan yang diperkirakan akan dilakukan adalah “eskalasi berbahaya yang akan memiliki konsekuensi”.

Meskipun ada peringatan mendesak mengenai bencana kemanusiaan dari sekutu negaranya, termasuk Amerika Serikat, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah bersikeras selama berminggu-minggu bahwa serangan terhadap Rafah harus dilakukan. Israel menuduh kota itu sebagai tempat perlindungan bagi komando dan pejuang Hamas yang harus dimusnahkan sebagai bagian dari janji Netanyahu untuk memberikan “kemenangan total” atas kelompok Palestina.

Namun, LSM di lapangan memperingatkan bahwa tidak ada tempat berlindung bagi Hamas di Rafah. Pengungsi sebelumnya didorong ke kota tersebut akibat serangan Israel di wilayah lain di Gaza, dan populasi kota tersebut diperkirakan membengkak menjadi sekitar 1,4 juta jiwa. 

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) memperingatkan dalam sebuah postingan di media sosial bahwa serangan Israel akan menimbulkan lebih banyak penderitaan dan kematian pada penduduk Palestina yang menurut otoritas kesehatan telah menewaskan lebih dari 34.000 orang sejak Oktober.

Perintah evakuasi tersebut menyusul pemboman intens Israel pada malam hari yang menewaskan 22 orang, termasuk delapan anak-anak, di kota tersebut. Hani Mahmoud dari Al Jazeera, melaporkan dari Rafah, perintah tersebut datang setelah serangan Hamas terhadap penyeberangan Karem Abu Salem yang dikenal dalam bahasa Ibrani sebagai Kerem Shalom.

Israel telah melakukan 11 serangan udara menyasar wilayah di bagian timur kota Rafah. “Penting untuk diketahui bahwa sejauh ini semua zona evakuasi yang ditetapkan oleh militer Israel belum aman bagi keluarga pengungsi. Faktanya, daerah-daerah ini terus-menerus diserang, baik di Khan Younis bagian barat atau di sini di Rafah, tempat 1,5 juta orang mengungsi,” kata Hani Mahmoud.

Mediasi Belum Capai Kesepakatan

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa operasi militer di Rafah dilakukan karena penolakan Hamas terhadap proposal gencatan senjata di Gaza yang akan membebaskan beberapa tawanan. Seorang pejabat Hamas mengatakan delegasi kelompok tersebut sedang menuju ke Doha untuk “berkonsultasi” setelah putaran terakhir perundingan di Kairo gagal menghasilkan kesepakatan.

Direktur Badan Intelijen Pusat AS (CIA) Bill Burns diperkirakan berada di Qatar untuk melakukan pembicaraan darurat mengenai upaya mediasi dengan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani, kata sebuah sumber kepada kantor berita AFP. Para perunding Hamas tetap mempertahankan pendirian mereka bahwa perjanjian apa pun harus mencakup penghentian permanen perang di wilayah kantong tersebut, kata para pejabat Palestina.

Israel menolak gencatan senjata penuh, dan malah menawarkan jeda dalam pertempuran untuk memungkinkan pertukaran tahanan. Netanyahu berada di bawah tekanan yang semakin besar untuk menjamin pembebasan sekitar 130 tawanan yang tersisa di Gaza. Namun, ia juga didorong oleh mitra koalisi garis keras untuk melanjutkan perang.

Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera, melaporkan dari Rafah, ada rasa optimisme yang besar dalam beberapa hari terakhir di kalangan warga Palestina mengenai negosiasi di Kairo antara Hamas dan Israel. “Tetapi hal ini semakin berkurang menyusul pemberitaan media tentang perselisihan yang sama antara Hamas dan Israel,” katanya. 

Wakil Perdana Menteri Belgia Petra De Sutter memperingatkan bahwa invasi ke Rafah akan menyebabkan “pembantaian,” dan menyatakan bahwa negaranya sedang berupaya menerapkan sanksi baru terhadap Israel.