Setiap perayaan Waisak, para biksu melakukan perjalanan suci yang disebut thudong.
Perjalanan spiritual thudong ditujukan untuk melatih diri hidup sebagaimana pohon yang sudah ditanam serta melepaskan berbagai keburukan yang menempel pada jiwa.
“Tidak ada satu pohon pun yang sudah ditanam tidak mau tumbuh ke atas, manusia juga sama. Semakin jalan ribuan kilo sama dengan melepas semuanya yang berat-berat dibuang,” kata Bhante Kamsai Sumano Mahathera.
Ajarkan Kesederhanaan
![Para Biksu sebelum dilepas untuk perjalana Thudong](https://i3.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/05/IMG_20240514_WA_0058_704ca62817.jpg)
Sebagaimana ajaran Sang Buddha, perjalanan spiritual thudong mengutamakan niat dan hati. Para biksu harus memakai satu jubah dalam waktu lama untuk melatih penerapan kesederhanaan.
“Ini melatih juga makanan. Kami bertekad makan sekali sehari, seperti kami ada yang berusia 40, 50, 70 tahun makan sekali sehari juga,” katanya.
Pilihan tempat singgah selama perjalanan, ia melanjutkan, juga menjadi bagian dari latihan yang dijalani oleh para biksu. Dalam hal ini, ada biksu memilih untuk tidur di hutan, di bawah payung meditasi, atau tempat tanpa bangunan.
Berikut beberapa fakta tentang Biksu Thudong dalam menyambut perayaan hari Waisak.
1. 44 Biksu
Dalam tradisi jalan kaki tersebut diikuti 44 Biksu Thudong , yakni 40 biksu dari Thailand, 2 dari Singapura, satu Indonesia, dan satu dari Malaysia.
Dalam menyambut kedatangan Biksu Thudong tersebut, sebagian umat Buddha menaburkan bunga mawar merah dan putih.
Biksu Thudong yang luar biasa berjalan kaki dari Semarang menuju Temanggung.
Perjalanan Biksu Thudong dari Semarang ke perbatasan Temanggung kurang lebih 50 kilometer dan jalannya menanjak
2. Jalan Kaki Menuju Borobudur
![Para Biksu melakukan tes kesehatan sebelum memulai Thudong](https://i0.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/05/IMG_20240514_WA_0057_1_2aaf5438ad.jpg)
Pada tahun ini, Kota Semarang menjadi titik awal biksu menjalani ritual Thudong, yakni berjalan kaki menuju Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, menyambut perayaan Hari Raya Waisak 2024.
Pada agenda perayaan Waisak tahun ini, ritual Thudong memang berbeda dengan tahun lalu yang berjalan kaki dari Thailand menuju Candi Borobudur, sedangkan tahun ini dimulai dari Kota Semarang ke Candi Borobudur.
Kota Semarang memiliki sejarah panjang penyebaran agama Buddha, salah satunya dengan adanya Vihara Sima 2500 Buddha Jayanti, Pudakpayung.
Sima adalah tempat khusus upasampada (pengukuhan) biksu baru, dan di Sima ini untuk pertama kalinya di Tanah Air dilaksanakan upasampada biksu sesudah ratusan tahun robohnya Wilwatikta-Majapahit.
3. Prosesi Thudong
Dalam perayaan Waisak kali ini, mayoritas biksu yang melakukan thudong berasal dari Thailand.
Di awali dengan sesi pengambilan lentera air dan menuliskan harapan di Anjungan Yogyakarta, Komplek TMII.
Lentera air itu diisi berbagai harapan yang menggambarkan semangat perayaan Waisak, yang tahun ini mengangkat tema “Untuk Hidup Bahagia sebagai Makhluk dan Manusia, Marilah Kita Meningkatkan Kesadaran yang Diajarkan oleh Sang Buddha, Hindarilah Keserakahan Duniawi, Kebodohan, Kemarahan dan Kebencian”.
Acara kemudian dilanjutkan dengan doa lintas agama dan pelepasan satwa di Promenade Archipelago serta ditutup dengan meditasi berjalan dan larung lentera Harapan Semesta di Danau Archipelago.
![Para biksu disambut Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu](https://i0.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/05/ita_thudong_2aa2ac6482.jpg)
Bhante (Biksu) Subin mengatakan agenda menjelang puncak Waisak tahun ini berbeda dari tahun 2023.
Tahun ini mereka akan menumpangi sebuah bus untuk pergi ke Semarang, Jawa Tengah, dan dilanjutkan berjalan kaki ke Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Sementara tahun 2023 mereka berjalan kaki dari Thailand menuju Candi Borobudur.
Puncak perayaan akan diselenggarakan antara 23- 24 Mei 2024 dengan rangkaian acara, di antaranya Kirab Waisak dari Candi Mendut ke Candi Borobudur, peringatan detik-detik Waisak, pradaksina Candi Borobudur dan pelepasan lampion Waisak.
Lalu melakukan “mindful walking meditation”, yaitu merasakan kesakralan Candi Borobudur melalui pradaksina dan meditasi untuk masyarakat umum.
Bhikkhu Thudong adalah ritual perjalanan spiritual yang dilakukan oleh para Bhante (nama panggilan bagi seorang biksu) yang dilakukan dengan berjalan kaki ribuan kilometer. Bhikkhu Thudong dilaksanakan dalam rangka menyambut dan merayakan Hari Raya Suci Waisak.