Pengamat Semiotika Bahasa dari ITB, Acep Iwan Saidi menilai pernyataan Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie yang mengatakan kuliah adalah tertiary education atau pilihan, adalah ucapan ngawur.
Menurutnya, pernyataan itu merupakan ekspresi semiotis dari birokrat yang sama sekali tidak memahami dunia pendidikan. “Analoginya, seperti karyawan toko buku, yang hanya tahu buku itu barang dagangan, barang kelontongan,” kata Acep kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Minggu (19/5/2024).
Acep menyebut, Tjitjik tidak memiliki pikiran tentang bagaimana hubungan pendidikan dengan pembangunan bangsa dan pembangunan manusia. “Ia hanya tahu hal-hal teknis tentang kerja. Pendidikan adalah lahan kerjanya, dan ia bekerja tanpa berpikir,” ujarnya.
Ia menambahkan, ekspresi itu juga bisa merepresentasikan Kemendikbudristek secara umum. Terlebih, menurutnya, kecenderungan sistem pendidikan hari ini condong ke industri.
“Ini setback ke repelita pertama orde baru di mana pendidikan diposisikan sebagai investasi keterampilan. Pendidikan kita hari ini adalah pendidikan yang mengikuti arus, bukan yang menata apalagi melawan arus. Ngawur,” kata Acep.
Diketahui, Tjitjik Sri Tjahjandarie viral setelah pernyataannya soal perguruan tinggi atau kuliah tidak wajib melainkan tersier. Tjitjik menyebutkan bahwa biaya kuliah harus dipenuhi oleh mahasiswa agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu.
“Dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan,” ucapnya dilansir dari video yang tengah ramai di media sosial X, Jumat (17/5/2024).