Beri Catatan Hitam untuk BPR Intan dan Indramayu, BPK Sematkan Opini WTP untuk Pemprov Jabar


Meski beri catatan hitam kepada BPR Intan Jabar dan BPR Indramayu karena merugi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tetap bersikap ‘welas asih’ kepada Pemprov Jawa Barat (Jabar). Diserahkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tahun 2023.

“Berdasarkan pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov Jawa Barat tahun 2023, termasuk evaluasi atas rencana aksi yang telah diimplementasikan, BPK memberikan opini WTP dengan penekanan beberapa hal,” kata Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara V BPK, Ahmadi Noor Supit di Gedung DPRD Jabar di Bandung, Jabar, Selasa (21/5/2024).

BPK, kata Ahmadi, menekankan pada beberapa catatan penting, seperti kerugian signifikan yang dialami BPR Intan Jabar, dan BPR Indramayu Jabar serta beberapa masalah kepatuhan yang telah diidentifikasi.

Per 31 Desember 2023, berdasarkan temuan BPK, BPR Intan Jabar merugi Rp213,04 miliar. Hal ini berdampak kepada penurunan modal menjadi negatif Rp141,16 miliar dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) menjadi minus 571,62 persen dan aset perusahaan anjlok menjadi Rp28,93 miliar.

Setali tiga uang dialami BPR Indramayu Jabar yang mengalami kerugian Rp18,48 miliar per 31 Desember 2023. Akibat koreksi penyimpangan keuangan dan kekurangan pembentukan penyisihan penghapusan aset produktif (PPAP) yang berdampak pada penurunan modal dan kewajiban perusahaan yang sudah melebihi aset lancarnya.

“BPK menekankan pada masalah ketidakpatuhan yang dilakukan oleh dua BPR tersebut dalam menerima simpanan nasabah di atas Rp2 miliar dengan jumlah simpanan pada BPR Intan Jabar (Perseroda) sebesar Rp38,82 miliar,” kata mantan anggota DPR asal Partai Golkar itu.

Noor Supit mengatakan, pemberian bunga simpanan melebihi batas maksimal yang ditetapkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada PT BPR Indramayu Jabar, mencapai Rp19,11 miliar, mengakibatkan simpanan tersebut tidak dijamin oleh LPS. Berpotensi menjadi tanggungan Pemprov Jabar jika terjadi masalah likuidasi.

“Catatan ini harus menjadi fokus perbaikan bagi Pemprov Jawa Barat untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah,” ujarnya.

Temuan Masalah

Selain itu, BPK menyampaikan sejumlah masalah terkait pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang harus segera ditindaklanjuti.

Pertama, penyertaan modal daerah (PMD) di BPR Intan Jabar dan BPR Indramayu Jabar tidak dapat diyakini kewajarannya, serta terdapat ketidakpatuhan yang berpotensi menjadi tanggungan Pemprov Jabar.

Kemudian, belanja perjalanan dinas luar negeri pada Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah tidak sesuai ketentuan.

Lalu belanja modal gedung dan bangunan pada delapan OPD tidak sesuai kontrak sebesar Rp8,2 miliar, serta denda keterlambatan belum disetorkan ke Kas Daerah sebesar Rp288,35 juta.

Serta kas yang telah ditentukan penggunaannya sebesar Rp135,18 miliar digunakan tak sesuai peruntukannya.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar menginstruksikan Kepala Biro BUMD, Investasi dan Administrasi Pembangunan (BIA) berkoordinasi dengan LPS terkait simpanan nasabah pada PT BPR Intan Jabar (Perseroda) yang melebihi batas maksimal simpanan dan bunga simpanan nasabah pada PT BPR Indramayu Jabar (Perseroda) yang melebihi suku bunga.

“Dalam rangka memitigasi dan meminimalkan potensi dampak finansial yang ditanggung oleh Pemprov Jabar,” tuturnya.

Kemudian memerintahkan pada Inspektur Daerah Provinsi Jawa Barat agar memantau dan melaporkan perkembangan proses hukum atas indikasi Tindak Pidana Korupsi pada PT BPR Intan Jabar (Perseroda) dan PT BPR Indramayu Jabar (Perseroda).

Lalu, memerintahkan Kepala Biro Kesra selaku KPA, Kepala Bagian Tata Usaha Biro Kesra selaku PPTK, Pejabat Penatausahaan Keuangan Sekretariat Daerah, dan BPP Biro Kesra, agar mempertanggungjawabkan dan menyetorkan ke Kas Daerah penggunaan anggaran perjalanan dinas luar negeri ke Inggris sebesar Rp1,5 miliar yang tidak sesuai peraturan untuk Program English for Ulama.

Kemudian memerintahkan Kepala OPD terkait selaku pengguna anggaran agar memproses dan menyetorkan ke Kas Daerah kelebihan pembayaran sebesar Rp7,46 milyar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,

Serta memerintahkan Kepala BPKAD selaku Bendahara Umum Daerah agar melakukan efisiensi belanja daerah tahun 2024 untuk menutupi penggunaan dana kurang salur bagi hasil pajak sebesar Rp135,18 miliar.

“Pasal 20 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, mengamanatkan bahwa pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi laporan hasil pemeriksaan selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima” ucap dia.

Dalam kesempatan tersebut, BPK juga menegaskan pentingnya pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang efektif dan efisien. Karena tiap rupiah yang dialokasikan melalui APBD adalah lebih dari sekedar angka, tetapi juga representasi dan kepercayaan publik serta harapan masyarakat akan peningkatan kualitas hidup mereka.

“Dalam hal ini penting bagi pemerintah daerah untuk tidak hanya mengejar opini WTP sebagai simbol prestasi semata, melainkan juga harus berkomitmen untuk membangun budaya keuangan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Harus ada upaya lebih besar lagi dari semua pihak untuk memastikan penganggaran yang tidak hanya tepat guna tapi juga benar-benar memberikan dampak positif pada kesejahteraan masyarakat,” tuturnya.