News

Ada Gerakan Bawah Tanah Ingin Bebaskan Sambo, Mahfud Merespons

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan kejaksaan tidak terpengaruh gerakan-gerakan bawah tanah terkait perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).

“Saya pastikan kejaksaan independen, tidak akan terpengaruh dengan gerakan-gerakan bawah tanah itu,” kata Mahfud kepada wartawan di Kantor Kementerian Polhukam, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2023)

Mahfud menjelaskan, gerakan-gerakan bawah tanah itu antara lain berupa gerilya yang menginginkan Ferdy Sambo, selaku salah satu terdakwa, dibebaskan dari perkara pembunuhan berencana itu. Namun, terdapat ada pula pihak yang ingin Sambo dihukum. Meski begitu, kata Mahfud lagi, tapi pihaknya bisa mengamankan hal tersebut dengan menjamin independensi kejaksaan.

“Ada yang bilang soal Brigjen mendekati A dan B. Brigjennya siapa, saya suruh sebut ke saya. Nanti saya punya Mayjen banyak kok. Kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Letjen. Jadi pokoknya independen saja,” ujarnya menambahkan.

Mahfud juga mengonfirmasi sudah ada upaya untuk mengingatkan majelis hakim maupun kejaksaan demi menjaga independensi dalam penanganan kasus tersebut.

Pasalnya kasus yang melibatkan Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam Polri itu, membuat banyak orang sangat tertarik.

Tuntutan Eliezer

Mahfud juga menanggapi kekecewaan publik terkait tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang lebih tinggi dari istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Padahal, Richard sudah menyandang status Justice Collaborator.

“Silakan saja, nanti kan masih ada pledoi (nota pembelaan, ada putusan majelis. Saya melihat kalau Kejagung sudah independen, dan akan kami kawal terus,” katanya pula.

JPU menuntut Sambo dengan hukuman pidana seumur hidup atas kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Sedangkan, Richard Eliezer dituntut JPU dengan hukuman pidana 12 tahun penjara. Sementara Putri Candrawathi dan dua terdakwa lainnya yaitu Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal dituntut hukuman pidana delapan tahun penjara.

Kelimanya didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button