Ahli Gizi Tegaskan Daging Ikan Lele tak Bikin Gagal Ginjal


Dokter dan ahli gizi masyarakat Tan Shot Yen menyayangkan pernyataan Direktur BPJS Kesehatan Ali Ghufron yang menyebut mengonsumsi daging ikan lele dapat menyebabkan kasus gagal ginjal.

Menurutnya, antibiotik bukanlah penyebab utama dari gagal ginjal kronik. Justru, penyalahgunaan antibiotik dengan akumulasi tertentu pada manusia bisa bersifat nefrotoksik alias merusak ginjal.

“Kan sudah jelas ya yang saya paparkan,antibiotik bukan penyebab gagal ginjal kronik. Mohon sumber pernyataan bapak itu diklarifikasi. Kasihan publik jadi bingung,“ kata Tan saat dikonfirmasi Inilah.com, Jakarta, Kamis (27/3/2025).

Tan menilai pernyataan Ali yang mengklaim soal daging ikan lele mengandung antibiotik dan menyebabkan gagal ginjal itu berpotensi membuat kegaduhan dan kebingungan publik.

“Dibutuhkan sebuah studi berbasis bukti untuk pernyataan keras seperti itu yang dilontarkan pejabat publik,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ia meminta para pejabat seharusnya lebih teliti dan cermat sebelum memberi pernyataan ke publik. Terlebih, Ia juga menyarankan agar para ahli maupun profesor mengangkat isu konsumsi produk ultaprosses ketimbang ikut-ikutan soal daging lele tersebut.

“Lebih konyol lagi ada dokter yang enggak tabayyun ikut-ikutan bikin ramai,” ujar Tan.

Dengan begitu, Tan meminta adanya klarifikasi dari Ali atas pernyataan yang membuat gaduh publik tersebut. Ia mengakui banyak pelaku UMKM yang mengirim pesan ke Tan dan merasa bingung harus mengeluh ke mana.

“Coba minta Ali Ghufron klarifikasi ucapannya. Saya dihujani direct message dari UMKM warung pecel lele dan peternak lele. Mereka mau protes ke mana bingung. Minta dia klarifiksi jika perlu minta maaf kalau emang itu ada rekamannya dia bilang gitu,” pungkasnya.

Di satu sisi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan terus melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha perikanan budi daya air tawar, termasuk dalam pemberian antibiotik dan vaksin.

KKP memastikan penggunaan obat ikan dalam budi daya perikanan di Indonesia telah diatur secara ketat melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 19 Tahun 2024.

Salah satu poin utama dalam regulasi tersebut adalah penetapan daftar zat aktif yang diperbolehkan dalam budi daya ikan. 

Saat ini, hanya enam zat aktif yang diizinkan, yaitu klortetrasiklin, tetrasiklin, oksitetrasiklin, enrofloksasin, sulfadiazine, dan eritromisin. Selain dari daftar tersebut, zat aktif lainnya dilarang untuk digunakan dalam perikanan budi daya.

“Lebih lanjut, penggunaan obat ikan, termasuk antibiotik, yang telah terdaftar di KKP harus mengikuti aturan ketat. Antibiotik hanya diperbolehkan diberikan melalui perendaman atau dicampur dalam pakan ikan,” kata KKP berdasarkan keterangan resminya, dikutip Kamis (27/3/2025).

Adapun metode injeksi pada ikan hanya dapat dilakukan untuk vaksin, bukan untuk pemberian antibiotik. Menurut KKP, penggunaan antibiotik yang diperbolehkan harus sesuai dengan dosis yang tepat, dalam jangka waktu yang ditentukan, serta memperhatikan masa henti (withdrawal time) sebelum panen guna memastikan keamanan produk perikanan yang dihasilkan.