News

Ahli Pidana: Ungkap Motif Pembunuhan Berencana Brigadir J Meski Bukan Inti Pembuktian

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Andalas, Elwi Danil menyebut motif pembunuhan berencana Brigadir J bukan inti dari pembuktian tindak pidana. Sebab, ia menekankan unsur sengaja dalam menghilangkan nyawa seseorang merupakan bagian inti dari pembuktian tindak pidana.

Kendati demikian, ia mendorong untuk tetap mengungkap motif di balik tewasnya Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022) lalu.

Hal ini diungkap Elwi saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di PN Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).

Awalnya, tim penasihat hukum kubu Ferdy Sambo, Rasamala Aritonang mengorek keterangan Elwi terkait penting atau tidaknya motif pembunuhan berencana Brigadir J.

“Apakah perlu mengetahui latar belakang atau motif melakukan tindakan tersebut? Apakah motif menjadi bagian penting untuk dibuktikan dalam keadaan tenang dalam kaitannya elemen pembunuhan berencana?,” tanya Rasamala.

“Menurut pendapat saya, motif itu adalah sesuatu hal yang perlu untuk diungkap, karena motif itu akan melahirkan kehendak, untuk kemudian kehendak itu yang akan melahirkan kesengajaan,” jawab Elwi.

Namun, ia menyebut meski motif pembunuhan perlu diungkap, akan tetapi hal yang lebih utama dan penting, yakni menguak unsur kesengajaan para pelaku dalam membunuh dan menghilangkan nyawa seseorang.

“Kenapa saya katakan demikian, karena memang motif itu bukan bagian inti. Bagian intinya adalah unsur dengan sengaja, unsur kesalahan,” ujarnya.

Di sisi lain, ia meyakini bahwa kesengajaan dalam membunuh dilatarbelakangi dengan peristiwa, alasan maupun motif yang terjadi sebelumnya.

“Akan tetapi kesengajaan itu bukan satu hal yang ada begitu saja, bukan sesuatu yang turun dari langit. Akan tetapi ada peristiwa yang melatarbelakangi perbuatan dengan sengaja,” jelasnya.

“Oleh karena itu karena pentingnya untuk mengungkapkan itu saya kira dalam konteks pembuktian unsur kesengajaan, motif itu menjadi penting dan relevan,” sambung dia.

Selanjutnya, ia mengilustrasikan pembuktian perkara pidana yang akan berdampak pada hukuman berat atau ringan yang dijatuhkan kepada para pelaku. Ilustrasi tersebut ia ambil dari buku yang ditulis Guru Besar Hukum Pidana Universitas Hasanuddin, Prof. Ahmad Ali.

“Contoh kasusnya begini, Seseorang katakanlah si A itu melakukan tindak pidana pencurian ayam di kota A, Si B mencuri ayam di kota B, si C kemudian juga mencuri ayam di kota C,” jelasnya.

“Nah si A mencuri ayam di Kota A dijatuhi hukuman selama 3 bulan, si B di kota B dijatuhkan hukuman selama 6 bulan, si C dijatuhi hukuman selama 9 bulan,” sambungnya.

Dalam ilustrasi tersebut, lanjut Elwi, ada penjatuhan hukuman yang berbeda untuk tiga pelaku yang melakukan tindak pidana yang sama, pencurian. Bahkan, tampak adanya disparitas hukuman yang berlipat ganda.

“Dikatakan oleh Prof Ahmad Ali, yang membedakan motifnya, si A dijatuhi hukuman selama 3 bulan karena motifnya adalah untuk membeli resep obat anaknya yang sedang sakit. Sedangkan si B yang mencuri ayam di Kota B disebabkan karena dia bersama-sama berjanji dengan pacarnya untuk ditraktir atau menonton atau gimana, karena dia tidak punya uang dicurinya ayam,” bebernya.

“Sehingga atas dasar motif itu dikenakan enam bulan. Tapi si C mencuri ayam motifnya atau disebabkan karena dia sedang kecanduan narkotika, maka itu yang menjadi motif dia,” lanjut dia.

Untuk itu, ia menegaskan bahwa motif seseorang dalam melakukan tindak pidana relatif penting dan berdampak pada penjatuhan hukuman yang sesuai dengan latarbelakang seseorang melakukan tindak pidana. “Jadi dari ilustrasi kasus ini, bagi saya motif sangat bermanfaat untuk berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan,” tuturnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button