News

Provinsi NTT Darurat TPPO, Komnas HAM Ungkap 5 Faktor Pemicunya

Koordinator Sub Komisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah mengungkapkan bahwa kasus tindak pidana perdagangan orang atau TPPO di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah sangat parah. Berdasarkan analisa serta investigasi timnya, TPPO ini terlihat seperti sudah mengakar di kultur masyarakat NTT.

Anis menjelaskan, pada periode 2020-2022, Komnas HAM tercatat sudah ada ribuan korban jiwa yang diduga menjadi korban TPPO, mayoritas kasus berasal dari wilayah NTT. Atas data ini, pihaknya mulai penyelidikan hingga ditemukan beberapa faktor pemicunya.

“Pertama adalah NTT ini memang situasinya sangat darurat TPPO, karena tingkat kerentanan masyarakat menjadi korban TPPO makin meningkat. Karena upaya-upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah daerah, baik melalui OPD maupun satgas kelembagaan kurang berjalan,” tutur Anis kepada Inilah.com di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (5/6/2023).

Ia melanjutkan, pemicu kedua disebabkan oleh pola migrasi kultural NTT ke luar negeri yang dianggap sesuai prosedur karena dilakukan turun temurun. Sehingga potensi tak terdatanya warga NTT yang keluar negeri menyeruak dan kondisi ini, menurut Anis, menjadi pintu masuk sindikat TPPO di sana.

“Ketiga adalah dari aspek penegakkan hukum yang masih sangat lemah. Jadi vonis-vonis kasus TPPO di sana itu sangat lemah, banyak juga yang tidak menggunakan undang-undang TPPO tapi menggunakan undang-undang keimigrasian. People smuggling jatuhnya, dan vonisnya lebih ringan dibandingkan undang-undang TPPO,” ucapnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, Komnas HAM bahkan juga menemukan pelaku TPPO yang masuk kategori residivis. Yang bersangkutan, ungkap dia, sudah dua kali tertangkap tapi tetap nekat merekrut warga NTT untuk dijual ke luar negeri.

“Empat adalah penegakkan hukumnya itu ada indikasi imunitas, kejahatan tanpa penghukuman terhadap oknum aparat negara dan korporasi. Karena yang dijatuhi hukuman itu hanya aktor lapangannya seperti calo,” sambung Anis.

Pemicu terakhir yang membuat warga NTT semakin rentan jadi korban TPPO adalah kurangnya program reintegrasi sosial yang tidak berjalan dengan baik. Anis menambahkan, karena kurangnya program tersebut, mereka yang sudah jadi korban TPPO tidak mendapatkan pemberdayaan sehingga keadaan memaksa kembali jadi korban demi mendapatkan pundi-pundi rupiah dengan dijual ke Malaysia, Singapura, dan Hong Kong.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button