Kanal

Ajukan Proposal Damai Rusia-Ukraina, China Seharusnya Ngaca!

China telah membuat proposal berisi 12 poin untuk memadamkan api perang Rusia-Ukraina yang masih berlangsung bahkan berpotensi menggunakan senjata nuklir. Hanya saja proposal yang diajukan itu bisa menjadi blunder mengingat posisi China pada kasus Taiwan.

Perang telah memakan banyak korban dan kehancuran infrastruktur, khususnya di Ukraina. Tidak ada satupun intelektual militer atau politik yang dapat meramalkan bahwa perang akan berlangsung sampai kapan.

China telah mengajukan dua belas poin dalam sebuah proposal yang mungkin merupakan awal yang sangat baik untuk mengakhiri perang paling mematikan setelah Perang Dunia ke-2. Namun, dengan melakukan itu, China bisa jadi harus introspeksi dan berkaca pada kasusnya terkait dengan Taiwan.

Dua belas poin proposal perdamaian China tersebut yakni:

1. Menghormati Kedaulatan Semua Negara

2. Meninggalkan Mentalitas Perang Dingin

3. Menghentikan Permusuhan

4. Melanjutkan Pembicaraan Damai

5. Penyelesaian Krisis Kemanusiaan

6. Melindungi Warga Sipil dan Tawanan Perang

7. Menjaga Keamanan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

8. Mengurangi Risiko Strategis

9. Memfasilitasi Ekspor Gabah

10. Menghentikan Sanksi Sepihak

11. Menjaga Industri dan Rantai Pasokan Tetap Stabil

12. Mempromosikan Rekonstruksi Pasca-Konflik

Tiga poin bisa jadi blunder

Ukraina menyebut proposal itu ‘umum’. Namun, akibat dari proposal tersebut adalah Presiden Zelensky secara terbuka menyatakan bahwa dia berharap untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping. Hasil yang mungkin tidak dapat diprediksi jika dan ketika pertemuan membuahkan hasil.

Menarik mengungkapkan pengamat militer Group Captain TP Srivastava (Retd) dalam tulisannya di EurAsian Times. Menurutnya, dari sisi apapun, proposal perdamaian dari China cukup menarik. Bisa menjadi sebuah solusi agar kedua negara yakni Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri perang. Hal ini mengingat kedekatan China dengan Rusia dan posisi tawarnya yang cukup kuat dengan negara Barat yang dimotori Amerika Serikat sebagai pendukung Ukraina.

Namun isi proposal ini menjadi pembicaraan publik yang menarik. “Masalahnya adalah, apakah China bersedia mematuhi 12 saran atau postulat ini jika terjadi ketegangan atau konflik yang berkelanjutan dengan Taiwan? Setidaknya 3 dari 12 saran dalam proposal itu secara langsung menyinggung apa yang harus dilakukan China terkait penyelesaian keruwetan Taiwan,” ungkap tulisan tersebut.

Isu pertama berkaitan dengan proposal China ‘Menghormati Kedaulatan Semua Negara’. Apakah China menerima Taiwan sebagai negara merdeka? Ketaatan terhadap Piagam PBB, seperti yang diusulkan oleh China, akan secara langsung membatasi China untuk melakukan tindakan militer ofensif terhadap Taiwan. Karena piagam PBB secara eksplisit menentang, bukannya mengutuk, penggunaan kekuatan terhadap negara mana pun dan memasukkannya ke dalam wilayahnya.

Status Taiwan sebagai negara merdeka sejak 1949 tidak dapat diganggu gugat, terlepas dari klaim China. Proposal China untuk Rusia-Ukraina ini mengandung arti bahwa integritas teritorial semua negara besar atau kecil, kuat atau lemah, kaya atau miskin adalah anggota komunitas internasional yang setara. Proposal perdamaian China itu dengan tegas juga menyimpulkan bahwa penerapan hukum internasional yang setara dan seragam harus dipromosikan, sementara standar ganda harus ditolak.

Masalah kedua, masih menurut EurAsian Times, menyangkut poin dalam proposal China yang menyebutkan ‘Meninggalkan Mentalitas Perang Dingin’. Sementara dalam arti sempit, China bukanlah pihak dalam Perang Dingin yang dulunya terjadi pada abad ke-20 antara Uni Soviet dan AS ketika itu. China menjadi pihak dalam Perang Dingin yang sedang berlangsung dengan AS pada abad ke-21, yang bertujuan untuk menjadi bangsa numero uno, baik secara ekonomi maupun militer.

Poin tersebut dalam proposal China itu juga bisa diartikan bahwa keamanan suatu negara tidak boleh dikejar dengan mengorbankan orang lain. Jika prinsip yang sama diterapkan ke Taiwan, China tidak akan memiliki hak moral untuk memaksa Taiwan yang tidak mau dipaksa bergabung dengan negaranya.

Isu ketiga berkaitan dengan poin berikutnya dari proposal perdamaian itu yakni ‘Menghentikan sanksi Unilateral’. Akankah China mempraktikkan ini dalam kasus Taiwan? Proposal China menyatakan, sanksi sepihak dan tekanan maksimum tidak dapat menyelesaikan masalah; mereka menciptakan masalah baru. China menentang sanksi sepihak yang tidak sah oleh Dewan Keamanan (DK) PBB.

Lalu terkait dengan poin ketiga ini, akankah China menghapus sanksi yang dikenakan pada banyak warga dan industri Taiwan? Sanksi ini sudah jelas-jelas tidak diizinkan oleh DK PBB.

Perang Ukraina, konflik Rusia versus NATO

Konflik Rusia-Ukraina bukan lagi antara dua negara. Perang jelas telah mengubah garis politik dunia menjadi perseteruan Rusia versus NATO. Amerika Serikat dan hampir semua negara Eropa mendukung Ukraina dengan memompa perangkat keras militer dan bantuan kemanusiaan senilai miliaran dolar. Oleh karena itu, AS dan negara-negara Eropa tidak dapat bertindak sebagai pembawa damai.

Keputusan negara yang dipimpin Xi Jinping itu untuk menjadi juru damai di perang Rusia-Ukraina tak bisa lepas dari dua hal penting. Pertama, China telah dilihat sebagai negara yang merebut wilayah, baik itu klaimnya atas Laut China Selatan, banyaknya pulau di wilayah itu, atau klaim wilayah India. Dan kedua, China memiliki peluang untuk menetralisir atau meminimalkan pengaruh AS secara global karena ikut serta dalam perang tersebut.

Tetapi saat mengambil peran sebagai pembawa damai, China mungkin secara tidak sengaja juga terkait sikapnya terhadap keamanan Taiwan. Setiap pernyataan yang dibuat oleh China mengenai tudingan bahwa Rusia menaneksasi Ukraina akan berlaku jika China mencoba mencaplok Taiwan dengan paksa.

Keinginan China untuk menjadi juru damai dengan membawa proposal andalannya wajar menimbulkan pertanyaan publik. China harus mempraktikkan apa yang Anda khotbahkan atau China harus berkaca dulu sebelum menjadi pendamai. Jangan sampai menjadi blunder bagi China sendiri.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button