Akankah Hizbullah Lebanon Bergabung dalam Perang di Suriah?


Hizbullah tengah berjuang mengatasi dampak konflik besar dengan Israel, yang secara signifikan melemahkan kemampuan militernya dan menewaskan banyak pemimpin maupun anggotanya. Akankah kelompok militan ini bergabung dengan Suriah?

Hizbullah dilaporkan tidak ikut campur dalam konflik yang terjadi di Suriah utara, yang melibatkan kelompok pemberontak dipimpin kelompok Islam garis keras Hayat Tahrir al-Sham. Kelompol ini merebut wilayah yang dikuasai rezim Suriah dalam serangan mendadak pada 27 November, saat kelompok Hizbullah di Lebanon itu masih terguncang akibat perang baru-baru ini dengan Israel.

Beberapa media Lebanon melaporkan minggu ini bahwa kelompok itu tidak akan berpartisipasi dalam konflik di Suriah. Hizbullah telah menarik pasukannya dari Suriah dalam beberapa minggu terakhir setelah serangan Israel menargetkan fasilitas kelompok itu di sana.

Dulu Mendukung Al Assad

Kelompok tersebut, yang memainkan peran penting dalam mendukung rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad selama konflik yang meletus pada 2011, tampaknya tidak mungkin mengambil peran serupa dalam pertempuran baru di sana. Para pejabatnya juga bungkam mengenai perkembangan terkini di Suriah utara.

Hal ini terjadi saat Hizbullah bergulat dengan konflik besar dengan Israel, yang berakhir minggu lalu. Pertempuran sengit tersebut secara signifikan melemahkan kemampuan militernya dan menewaskan sebagian besar pemimpin seniornya, termasuk sekretaris jenderalnya, Hassan Nasrallah.

Laporan media Lebanon menunjukkan bahwa Hizbullah menarik banyak pasukannya dari Suriah dalam beberapa minggu terakhir untuk fokus pada perang dengan Israel di Lebanon. MTV Lebanon melaporkan bahwa jumlah pasti pejuang yang tersisa di Suriah tidak jelas.

Ada kemungkinan sebagian pejuang kelompok itu masih berada di dua benteng pertahanannya – al-Qusayr dan Bloudan, tetapi jumlah dan kemampuan mereka tidak diketahui. Peran mereka juga tampaknya terbatas pada daerah perbatasan tertentu.

Rami Abdel Rahman, Direktur Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHOR), mengatakan kepada harian pan-Arab Asharq Al-Awsat bahwa pejuang Hizbullah tidak terlibat dalam pertempuran yang sedang berlangsung di Suriah utara.

Senada dengan itu, Riad Kahwaji, kepala Pusat Analisis Militer Timur Tengah dan Teluk (INEGMA), juga mengatakan kepada media tersebut bahwa peran Hizbullah di Suriah telah “berkurang” dengan banyaknya pejuang yang baru-baru ini dikirim kembali ke Lebanon. Kahwaji mengatakan akan menjadi “tantangan” bagi Hizbullah untuk kembali terlibat secara militer di Suriah karena perjanjian gencatan senjata dengan Israel.

Ali Al-Amin, aktivis politik dan pemimpin redaksi situs berita Lebanon Janoubia , berpendapat bahwa kehadiran Hizbullah di Suriah utara berkurang karena pasukan dialihkan untuk mendukung perang di Lebanon.

Ia mengecilkan kemungkinan keterlibatan Hizbullah, dengan mencatat bahwa keterlibatan lebih lanjut di Suriah dapat merugikan kedudukan kelompok tersebut, bahkan di antara para pendukungnya sendiri, terutama karena posisi Assad di wilayah tersebut telah bergeser.

Surat kabar berbahasa Prancis dan berbahasa Lebanon,  L’Orient-Le Jour, juga menyoroti bahwa Hizbullah akan “dipaksa mengamati serangan dari jarak jauh”, dengan alasan bahwa kelompok tersebut sekarang akan fokus pada masalah dalam negeri.

Banyak Korban Perang Israel

Sementara itu, di Lebanon, Hizbullah tengah bergulat dengan dampak konflik terakhirnya dengan Israel, yang berakhir minggu lalu dan menimbulkan kerugian besar pada kelompok itu. Selain para pemimpin seniornya, perkiraan awal yang dikutip harian Annahar Lebanon menunjukkan kelompok tersebut telah kehilangan sekitar 3.500 hingga 4.000 anggota selama konflik, dengan tambahan 10.000 orang terluka atau cedera.

Angka tersebut jauh melebihi kerugian yang dilaporkan selama perang enam minggu tahun 2006 dengan Israel, ketika Hizbullah mengumumkan kematian sekitar 260 anggota. Kerugian terbaru Hizbullah tidak hanya meliputi para pejuang tetapi juga staf teknis, pakar komunikasi, insinyur, dokter, dan perawat – sembilan di antaranya adalah sukarelawan atau personel penuh waktu.

Daftar awal menunjukkan bahwa sedikitnya 500 orang masih diklasifikasikan sebagai orang hilang, dan banyak di antaranya kemungkinan tewas dalam serangan Israel yang menggunakan persenjataan canggih dan berdampak tinggi. 

Tim khusus telah ditugaskan untuk mencari mayat di bawah reruntuhan di Lebanon selatan, Lembah Bekaa, dan pinggiran selatan Beirut. Namun, jumlah korban tewas terakhir tidak dapat diselesaikan hingga pasukan Israel sepenuhnya mundur dari desa-desa garis depan yang masih mereka duduki.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Lebanon yang akan lengser, Firas Abiad, mengatakan pada hari Rabu bahwa sedikitnya 4.047 orang telah tewas akibat perang Israel, termasuk 790 wanita dan 316 anak-anak. Angka ini kemungkinan akan meningkat karena tidak mencakup semua pejuang yang diyakini telah gugur dari Hizbullah. Perang tersebut telah melukai sedikitnya 16.593 orang sejak 8 Oktober 2023, ketika konflik lintas perbatasan antara Hizbullah dan Israel dimulai.