Sejumlah aktivis pendidikan dari Barisan Pengkaji Pendidikan (BAJIK) mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menetapkan status gawat darurat pendidikan nasional.
“Selama 25 tahun reformasi, sistem politik berubah, tetapi pendidikan nasional justru terabaikan. Kompetensi anak Indonesia semakin buruk,” ujar Presidium BAJIK Ahmad Rizali dalam keterangannya kepada inilah.com di Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Data Pendidikan Indonesia yang Mengkhawatirkan
Rizali lebih lanjut memaparkan sejumlah data yang mencerminkan buruknya kualitas pendidikan di Indonesia:
- 82 persen siswa Indonesia berada di bawah standar kompetensi global.
- Dalam tes PISA (Program for International Student Assessment), siswa Indonesia gagal memahami algoritma dan matematika sederhana.
- Menurut World Bank, Indonesia memiliki angka buta aksara fungsional (functionally illiterate) yang signifikan, di mana kemampuan membaca anak Indonesia hampir setara dengan kompetensi matematikanya.
Dengan Indeks Modal Manusia (HCI) sebesar 54 persen pada 2020, produktivitas generasi muda Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara lain, seperti Palestina (58 persen), Korea Selatan (86 persen), dan Singapura (88 persen).
“Situasi ini menggambarkan ‘kebodohan massal’ yang berlangsung bertahun-tahun. Berganti menteri dan presiden, tetapi tidak ada langkah serius untuk mencegahnya,” tegasnya.
Harapan kepada Presiden Prabowo
Para aktivis menyerukan agar Presiden Prabowo segera mengambil langkah besar dan revolusioner dalam program 100 hari pemerintahannya untuk menyelamatkan sistem pendidikan Indonesia.
Beberapa langkah yang disarankan antara lain:
- Menetapkan Status Gawat Darurat Pendidikan Nasional
Status ini memungkinkan Presiden memimpin langsung langkah-langkah darurat, termasuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengatasi krisis pendidikan. - Membentuk Satuan Tugas Khusus Pendidikan Nasional
Satgas ini diharapkan bekerja lintas sektoral, lintas kementerian, dan daerah dengan kewenangan besar, mirip dengan Satgas Covid-19. - Mengalokasikan Dana Pendidikan Secara Fokus
Menghentikan penggunaan dana pendidikan 20 persen APBN untuk berbagai kementerian, dan mengarahkan seluruhnya untuk penyelamatan pendidikan nasional. - Presiden Memimpin Langsung Upaya Penyelamatan
Termasuk memberhentikan pejabat yang menghambat program penyelamatan pendidikan, serta menerapkan sanksi sosial dan hukum. - Merevisi Peta Jalan Pendidikan Nasional
Aktivis BAJIK menilai Peta Jalan Pendidikan Indonesia (PJPI) 2025-2045 yang ada saat ini tidak rasional dan tidak didasarkan pada kerangka kebijakan yang dapat diandalkan. Mereka menyerukan revisi total agar tujuan pendidikan Indonesia sesuai dengan visi Indonesia Emas 2045.
Pendidikan: Krisis Lebih Bahaya dari COVID-19
Rizali menegaskan bahwa krisis pendidikan merupakan bencana yang lebih berbahaya dibanding pandemi COVID-19. Efek jangka panjang dari rendahnya kualitas pendidikan dapat mengancam eksistensi bangsa dan negara di masa depan.
“Jika tidak segera bertindak, Presiden Prabowo akan tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin yang membiarkan generasi muda tenggelam dalam kebodohan massal,” pungkasnya.