Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Ahmad Syamsuddin Arief, mendesak Polda Jawa Tengah (Jateng) maupun Polrestabes Semarang untuk segera memproses dugaan pelanggaran etik hingga pidana terhadap penetapan tersangka Aipda Robig Zaenudin terkait kasus penembakan siswa SMK Semarang, Gamma. Padahal kasus ini telah terjadi sejak dua pekan lalu, tepatnya pada 24 November 2024 dini hari.
“Wujudnya adalah sampai dengan hari ini Aipda RZ ini belum dilakukan sidang etik. Kemudian proses pidananya juga belum berjalan,” ujar Arief dalam diskusi virtual bertajuk “Darurat Reformasi Polri!” dipantau di Jakarta, Minggu (8/12/2024).
Arief mempertanyakan langkah kepolisian yang dinilai memperlambat penanganan perkara dengan alasan masih mengumpulkan sejumlah bukti. Menurutnya, alat bukti yang sudah dikumpulkan seharusnya cukup untuk memproses pemecatan tidak hormat dan memenjarakan Aipda Robig. Salah satunya, rekaman CCTV.
“Padahal kami mendapatkan informasi pasca kejadian malam hari itu. Tidak berlangsung lama kemudian polisi telah mendatangi TKP untuk melakukan ini ya, apa, olah kejadian termasuk juga mengambil berbagai bukti, salah satunya CCTV,” ucap Arief menjelaskan barang bukti telah dikumpulkan pihak kepolisian.
Ia juga menjelaskan bahwa polisi telah melakukan ekshumasi terhadap korban. “Polisi juga telah melakukan ekshumasi kepada korban seperti itu yang seharusnya bukti-bukti itu telah menguatkan, termasuk juga sudah melakukan klarifikasi terhadap beberapa saksi,” sambungnya.
Lebih lanjut Arief menyebut, bukti lain yang menunjukkan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Aipda Robig seperti rekomendasi Komnas HAM. Serta, KPAI yang menilai Gamma bukan dari bagian dari geng motor.
Sebelumnya, Polda Jawa Tengah menyatakan akan segera menetapkan Aipda Robig Zaenudin sebagai tersangka dalam kasus penembakan siswa SMK di Semarang. Penetapan status ini direncanakan dilakukan dalam Rapat Gelar Perkara dalam waktu dekat.
“R (Robig) akan ditetapkan sebagai tersangka nanti saat Rapat Gelar Perkara dan penetapan tersangka atas nama R,” ujar Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Artanto, saat dihubungi Minggu (8/12/2024).
Fitnah Anak Yatim
Salah satu korban selamat dari peristiwa penembakan tiga siswa SMKN 4 Semarang memberi kesaksian. Rupanya para siswa tersebut tidak terlibat tawuran apalagi jadi anggota gengster, sebagaimana pembelaan Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar terhadap aksi arogan anak buahnya.
Pengacara publik dari LBH Semarang Fajar Muhammad Andhika mengungkapkan, salah satu korban selamat mengaku sempat berkomunikasi dengan orang tua melalui WhatsApp, mengabarkan sedang mengantar teman ke daerah Gunungpati, Kota Semarang, 30 menit sebelum ditembak Aipda Robig.
Fajar mengatakan, pihaknya telah melakukan investigasi. Selain mendatangi dan meminta keterangan sejumlah saksi di lokasi kejadian Jalan Candipenataran Raya, Ngaliyan, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, LBH Semarang juga menemui keluarga dan para korban penembakan.
“Dari sini jelas tidak ada kejadian tawuran ataupun gengster di lokasi seperti juga diungkapkan saksi di lokasi kejadian, sehingga Kepala Polrestabes Semarang telah melakukan tindakan obstruction of justice atau upaya menutup-nutupi fakta yang sebenarnya,” ujar Fajar.
Bahkan para korban dikenal sebagai anak baik yang jauh dari kenakalan. Mereka juga aktif kegiatan di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya.
Fajar mengatakan mereka juga merupakan harapan keluarga, bahkan ada satu korban selamat merupakan anak yatim yang berprestasi. “Maka kami menuntut Kepala Polrestabes Semarang dipecat,” kata dia tegas.
Sebelumnya, Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar sempat membela anak buahnya dengan menjelaskan dihadapan Komisi III DPR bahwa kejadian ini dikarenakan polisi ingin membubarkan tawuran.
Irwan menjelaskan ada dua kelompok yang hendak tawuran di kawasan Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah. Salah satu rombongan dari kelompok itu pun, kata dia, ada yang membawa senjata tajam.
Di kesempatan yang, narasi ini dibantah Kabid Propam Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Aris Supriyono. Ternyata penembakan itu karena dasar arogansi aparat semata.
“Penembakan yang dilakukan terduga pelanggar tidak terkait dengan pembubaran tawuran yang sebelumnya terjadi,” kata Aris dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (3/12/2024).
Aris menjelaskan peristiwa ini berawal saat Aipda Robig pulang dari kantor. Di tengah jalan, kendaraan yang ditumpanginya itu dipepet oleh tiga kendaraan lain.
“Kemudian, motif yang dilakukan oleh terduga pelanggar dikarenakan pada saat perjalanan pulang mendapat satu kendaraan yang memakan jalannya, terduga pelanggar jadi kena pepet. Akhirnya terduga pelanggar menunggu tiga orang ini putar balik, kurang lebih seperti itu dan terjadilah penembakan,” ujarnya.