Amerika Serikat kembali Menjadi Surga bagi Uang Kotor Dunia


Pemerintahan Donald Trump diam-diam telah mencabut langkah transparansi penting yang dapat mengungkap pemilik sebenarnya dari perusahaan cangkang yang berpusat di Amerika Serikat. Keputusan ini telah memicu kekhawatiran di kalangan pakar keamanan dan penyelidik kejahatan keuangan karena AS akan kembali menjadi surga uang kotor dunia.

Pada 21 Maret, Menteri Keuangan Scott Bessent mengumumkan bahwa warga negara dan penduduk Amerika tidak lagi diwajibkan untuk mengungkapkan informasi kepemilikan manfaat (BOI) saat mendirikan atau mengoperasikan perusahaan cangkang di Amerika Serikat. 

Pembatalan tersebut secara efektif mencabut ketentuan utama Undang-Undang Transparansi Perusahaan, sebuah reformasi bipartisan yang dipuji pada 2019 sebagai titik balik dalam perjuangan Amerika melawan pencucian uang, perdagangan senjata, dan penipuan perusahaan.

Para kritikus mengatakan langkah itu membuka kembali pintu bagi para pelaku kriminal yang berusaha bersembunyi di balik lapisan kerahasiaan keuangan. Seperti dilaporkan Responsible Statecraft, para ahli memperingatkan bahwa pelemahan persyaratan pengungkapan kepemilikan akan sekali lagi menjadikan AS sebagai tempat berlindung global yang aman bagi keuangan terlarang. 

Aturan sebelumnya diberlakukan melalui Jaringan Penegakan Kejahatan Keuangan (FinCEN) Departemen Keuangan. Kebijakan itu telah menyelaraskan AS dengan lebih dari 140 negara yang memelihara registri nasional untuk mengidentifikasi mereka, mengendalikan dan mendapat untung dari entitas perusahaan. 

Tanpa perlindungan seperti itu, para analis khawatir, AS berisiko menjadi tujuan pilihan bagi para pencuci uang, pedagang senjata, dan pejabat korup yang ingin menyembunyikan uang kotor.

Surga bagi Penyelundup Senjata

Di antara para eksploitator yang paling mengkhawatirkan dari ketidakjelasan alias transparansi perusahaan adalah para pedagang senjata internasional. Seperti disorot Responsible Statecraft, salah satu yang paling terkenal adalah Victor Bout — mantan perwira militer Soviet yang dikenal luas sebagai ‘pedagang kematian’. 

Dia diekstradisi ke Amerika Serikat pada 2010 atas tuduhan terorisme. Bout mengatur jaringan penyelundupan senjata luas, dengan mengandalkan jaringan perusahaan cangkang — termasuk selusin yang terdaftar di Delaware, Florida, dan Texas — untuk menyalurkan senjata ke zona perang di seluruh Afrika, Kolombia, Afghanistan, dan Timur Tengah.

“Victor Bout mungkin adalah ikon perusahaan cangkang AS yang terlibat dalam penjualan senjata di pasar gelap, tetapi dia hanyalah puncak gunung es,” kata Kathi Austin, Direktur Eksekutif Conflict Awareness Project, dalam sebuah pernyataan kepada Responsible Statecraft.

Dia mengutip kasus-kasus tambahan, seperti firma berbasis di Maine yang terkait dengan transaksi senjata di Mauritius, dan para penyelundup seperti Sarkis Soghanalian dan Charles Acelor, yang diduga menyalurkan senjata kepada pemberontak FARC di Kolombia. 

Polanya sudah jelas. Seperti yang dicatat Austin, bahkan ketika para penyelundup tertangkap, kompleksitas jaringan mereka, termasuk akun-akun tersembunyi di tempat-tempat seperti Arizona yang digunakan untuk menyembunyikan keuntungan dari pengiriman senjata ke Angola, baru menjadi jelas setelah penyelidikan mendalam.

Penipuan terhadap Departemen Pertahanan

Perusahaan cangkang juga berperan penting dalam manipulasi pengadaan militer AS. Laporan dari Kantor Akuntabilitas Pemerintah (GAO) mengungkapkan bahwa kontraktor pertahanan telah menggunakan perusahaan kedok domestik untuk menutupi fakta bahwa mereka memproduksi peralatan di luar negeri terkadang dengan mengorbankan kualitas, melanggar kontrol ekspor, dan menyedot dana pembayar pajak.

Salah satu contohnya melibatkan pemasok yang memproduksi perlengkapan keselamatan untuk jet tempur F-15 di India sambil secara diam-diam mengekspor data teknis sensitif, termasuk skema kapal selam dan helikopter.

Dalam kasus lain, pejabat Pentagon Letnan Kolonel David Young memberikan informasi orang dalam kepada presiden American International Security Corporation (AISC) Michael Taylor dan kontraktor Afghanistan Christopher Harris, yang memungkinkan kelompok tersebut memenangkan kontrak Angkatan Darat senilai $54 juta antara tahun 2007 dan 2011. Lebih dari $20 juta laba yang digelembungkan disalurkan melalui perusahaan cangkang yang berpusat di AS.

Para ahli mengatakan pembalikan arah pada pengungkapan BOI tidak saja merupakan hadiah bagi penjahat tetapi juga pengabaian tugas. “Merupakan prinsip dasar bahwa lembaga penegak hukum dan intelijen AS harus dapat memeriksa siapa yang menggunakan perusahaan cangkang AS untuk memindahkan uang di dalam dan melintasi perbatasan kita sendiri,” peringatkan Nate Sibley, Direktur Inisiatif Kleptokrasi di Hudson Institute.

“Mundurnya Amerika dari upaya utama untuk mengungkap jaringan keuangan gelap ini adalah kesalahan tak terduga yang memperkaya dan memberdayakan musuh terburuk kita,” tegas Sibley.

Austin, yang telah menghabiskan waktu puluhan tahun melacak jaringan senjata terlarang, berpendapat bahwa ancaman tersebut mendesak dan sistemik. “Perusahaan cangkang… menentang langkah-langkah pengendalian senjata bertanggung jawab dan memiliki terlalu banyak darah di tangan mereka yang tidak diketahui,” katanya.

Jika pemerintahan Trump serius dalam mengedepankan “Amerika First”, para kritikus bersikeras Menteri Keuangan Bessent harus mengembalikan mandat transparansi — sebelum Victor Bout lainnya lolos.