Sisi buruk lain dari media sosial kembali menimbulkan korban. Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun mengalami serangan jantung setelah menghirup deodoran karena mengikuti tren media sosial.
Cesar Watson-King, 12 tahun, dari Doncaster, Inggris diduga telah menghirup sekaleng antiperspiran bulan lalu setelah mencoba melakukan tren 'chroming' oleh seorang anak laki-laki yang lebih tua, The Daily Mail melaporkan.
Chroming, yang dipopulerkan oleh pengguna media sosial, adalah tren di mana orang-orang menghirup asap beracun dari kaleng deodoran atau hairspray dan penghapus cat kuku untuk mabuk. Chroming, bahasa gaul internet yang konon berasal dari Australia, mendorong anak-anak muda untuk memulai misi yang dapat berakibat fatal.
Tak lama setelah Cesar menghirup zat tersebut, ibunya menemukannya di lantai dapur dan mengalami kejang. Ibunya segera melakukan CPR untuk membantunya bernapas sementara saudaranya memanggil ambulans. Cesar segera dibawa ke rumah sakit, di mana ia mengalami kejang tambahan dan serangan jantung, yang menyebabkannya mengalami koma dan diinduksi secara medis.
Menghirup asap beracun dapat menimbulkan efek yang parah dan langsung pada tubuh, terutama pada sistem pernapasan dan kardiovaskular. Ketika zat beracun, seperti bahan kimia atau gas, terhirup, zat tersebut dapat mengiritasi atau merusak saluran udara dan paru-paru. Iritasi ini dapat menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang menyebabkan gejala seperti batuk, mengi, dan kesulitan bernapas.
Dampaknya pada sistem kardiovaskular juga bisa sama mengkhawatirkannya. Asap beracun mungkin mengandung zat yang mengganggu kemampuan darah untuk membawa oksigen atau memengaruhi kemampuan jantung untuk berfungsi dengan baik.
Misalnya, karbon monoksida, komponen umum dari asap beracun, mengikat hemoglobin dalam darah lebih efektif daripada oksigen, mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan tubuh. Hal ini dapat menyebabkan hipoksia, di mana organ dan jaringan kekurangan oksigen.
Dalam kasus ekstrem, kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan serangan jantung, sehingga jantung tiba-tiba berhenti berdetak. Gejalanya dapat meliputi nyeri dada, detak jantung cepat atau tidak teratur, dan kehilangan kesadaran. Tindakan cepat seperti resusitasi jantung paru (CPR) dan perawatan medis tingkat lanjut sangat penting untuk meningkatkan peluang bertahan hidup dan pemulihan.
“Saya katakan kepada anak-anak, itu tidak sepadan. Mungkin terasa menyenangkan, tetapi tidak demikian halnya ketika Anda berada di rumah sakit dan berusaha bernapas untuk diri sendiri serta penderitaan yang Anda sebabkan kepada orang tua Anda,” kata ibu dari anak berusia 12 tahun itu kepada media.