Anak Eks Kakanwil DJP Jakarta Segera Masuk Ruang Pemeriksaan KPK terkait Kasus Gratifikasi


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil Feby Pernama, anak dari mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Mohamad Haniv, untuk dimintai keterangan terkait dugaan aliran dana kegiatan fashion show yang bersumber dari penerimaan gratifikasi sang ayah.

“Untuk perkaranya Haniv ini, anaknya (Feby) kapan akan dipanggil? Nanti kami kabari kalau sudah yang bersangkutan akan diminta keterangan,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Sabtu (12/4/2025).

Asep menambahkan, penyidik masih mendalami jumlah gratifikasi yang diberikan Direktur KSO Summarecon Serpong, Sharif Benyamin, kepada Haniv. Ia menyebut, pemberian gratifikasi kepada Haniv tidak hanya berasal dari pihak Summarecon, melainkan juga dari sejumlah Wajib Pajak (WP) lainnya.

“Jumlah uangnya dari Summarecon, ini nanti akan saya lihat kembali, karena saya terlalu banyak yang masuk ke sini. Ada yang kalau tidak salah itu ada Rp150 juta, kemudian ada yang Rp50 juta, ada yang jumlahnya hampir Rp400 juta sekian, kemudian ditambah-tambah lagi, yang mana? Karena takutnya nanti salah,” jelas Asep.

Eks Kakanwil DJP Diperiksa

Sebelumnya, Tim penyidik KPK telah memeriksa Muhammad Haniv, mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, terkait dugaan penerimaan gratifikasi dari sejumlah WP.

“Didalami terkait gratifikasi yang diterima oleh yang bersangkutan (Haniv),” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Sabtu (8/3/2025).

Pemeriksaan terhadap Haniv dilakukan pada Jumat (7/3/2025). Namun, Tessa enggan mengungkap jumlah gratifikasi yang didalami maupun pihak pemberinya, dengan alasan substansi penyidikan akan diungkap dalam persidangan.

Direktur KSO Summarecon Serpong, Sharif Benyamin, turut diperiksa dalam kasus ini terkait dugaan aliran dana gratifikasi kepada Haniv.

“Saksi nomor satu (Sharif) hadir, didalami terkait dengan aliran dana ke tersangka (Haniv),” kata Tessa Mahardhika, Rabu (5/3/2025).

Selain itu, penyidik juga memeriksa PNS KPP PMA 6 Ditjen Pajak, Shitta Amalia, terkait kebijakan permintaan dana untuk acara fashion show anak Haniv, Feby Paramita Haniv, yang berprofesi sebagai desainer.

“Saksi nomor dua (Shitta) hadir, didalami terkait dengan kebijakan permintaan dana untuk fashion show,” ujar Tessa.

Sharif dan Shitta diperiksa pada Selasa (4/3/2025). Sementara itu, Direktur PT Prima Konsultan Indonesia tidak memenuhi panggilan pemeriksaan.

KPK sebelumnya telah menetapkan Muhammad Haniv (HNV) sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp21,5 miliar sejak Rabu (12/2/2025).

“Pada 12 Februari 2025, KPK menetapkan tersangka HNV selaku PNS pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Asep menjelaskan, gratifikasi tersebut diduga diterima Haniv selama periode 2015–2018 saat menjabat sebagai Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus. Ia diduga memanfaatkan jabatan dan jejaringnya untuk mencari sponsor guna kepentingan bisnis anaknya, termasuk dengan mengirimkan surel permintaan bantuan modal kepada sejumlah pengusaha yang merupakan WP.

Penyidik menduga Haniv menerima gratifikasi sebesar Rp804 juta untuk mendukung bisnis peragaan busana anaknya. Selain itu, ia juga diduga menerima uang senilai belasan miliar rupiah yang asal-usulnya tidak dapat dijelaskan.

“HNV diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi untuk fashion show sebesar Rp804 juta, penerimaan lain dalam bentuk valuta asing sebesar Rp6.665.006.000, serta penempatan dalam deposito BPR senilai Rp14.088.834.634. Sehingga total penerimaan setidaknya mencapai Rp21.560.840.634 (Rp21,5 miliar),” ujar Asep.

Atas perbuatannya, Haniv dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.