News

Analisa Intelijen, Jenderal Polisi Saling Sandera

Senin, 25 Jul 2022 – 12:02 WIB

20220718 184331 1 - inilah.com

Mungkin anda suka

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo didampingi Wakapolri Komjen Pol. Gatot Eddy Pramono, Asisten ASDM Irjen Pol. Wisnu Widada, dan Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo menyampaikan keterangan pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (18/7/2022) malam. Foto: Antara

Belum terungkapnya perkara Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang tewas tidak wajar di rumah dinas Kadiv Propam, dua pekan yang lalu, diyakini lebih disebabkan oleh faktor X. Bukan sulitnya teknis penyidikan untuk pembuktian di persidangan nantinya.

Eks Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI Soleman B Ponto meyakini lambannya penanganan dikarenakan kuatnya tarik-menarik pada tataran jenderal Polri, seperti saling sandera. Sebab, perkara tewasnya Brigadir J merupakan pidana biasa yang tidak membutuhkan waktu panjang untuk mengungkapnya.

“Lihat kasus penembakan istri TNI di Semarang sekarang sudah terungkap. Suaminya diburu,” kata Ponto, di Jakarta, Senin (25/7/2022).

Penanganan perkara oleh timsus Polri yang pada akhir pekan lalu melakukan prarekonstruksi di rumah dinas Kadiv Propam, Duren Tiga, Jaksel, juga bisa diperdebatkan. Sebab, dalam teknis pemeriksaan yang diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor Pol. Skep/1205/IX/2000 tentang Pedoman Administrasi Penyidikan Tindak Pidana, istilah prarekonstruksi tidak dikenal.

Perkap tersebut, kata Ponto, mengatur metode pemeriksaan penanganan perkara dilakukan melalui interview, interogasi, konfrontasi dan rekonstruksi. Sedangkan prarekonstruksi yang tidak menghadirkan saksi-saksi untuk reka ulang terjadinya tindak pidana tak dikenal. Prarekonstruksi yang digelar juga untuk menguatkan skenario awal Polri bahwa Brigadir J tewas karena terjangan peluru Bharada E karena berupaya melecehkan istri Kadiv Propam dengan menodongkan senjata.

“Maka dari itu mereka itu sebenarnya kemarin melakukan pemeriksaan atau apa? Ini tidak jelas. Perkap sendiri yang mengatur dalam penanganan perkara pidana yang dikenal rekonstruksi bukan prarekonstruksi,” ujarnya.

Ponto melanjutkan, secara intelijen, Polri bisa dikategorikan sedang memainkan pola fake opinion dalam penanganan perkara tersebut. Hal ini dapat dibaca dari tidak lengkap dan inkonsistensi Polri dalam menyampaikan informasi sejak kasus tewasnya Brigadir J terungkap.

Apabila konsisten dengan kasus penembakan, Polri seharusnya bisa dengan mudah mengidentifikasi kasus tersebut hanya dengan mendalami senjata api Glock 17 yang disebut digunakan oleh pelaku Bharada E. Tidak melebar ke hal lain yang malah bikin publik terus berspekulasi.

“Ini dari awal kan logikanya lompat-lompat. Dari penembakan, larinya ke pelecehan. Fokus saja penembakan, tidak melebar. Kalau Kadiv Humas Polri Irjen Dedi minta jangan ada spekulasi, ya sulit. Orang awam juga bisa melihat adanya kejanggalan,” ujarnya.

Dia menilai ke depan kasus ini terungkap bergantung dari hasil autopsi ulang yang menurut rencana bakal dilakukan di Jambi pada awal pekan ini. Setidaknya untuk memastikan korban tewas murni karena penembakan atau penyiksaan yang harus dijelaskan motifnya. “Kalau masih sulit juga untuk mengungkap ya karena ada tarik-menarik di tingkat atas. Padahal Presiden Jokowi sudah meminta berkali-kali agar kasus ini diungkap tuntas, tidak ditutupi,” terang Ponto.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button