Market

Ancaman Dunia Saat Ini: Stagflasi!

Inflasi tinggi saat ini menghantui dunia termasuk Indonesia. Harga barang-barang terus melejit seiring kondisi ekonomi dunia yang terhambat. Semua negara kini berperang melawan inflasi karena muncul kekhawatiran berikutnya, yakni risiko terjadinya stagflasi.

Pandemi COVID-19 yang berlangsung hingga 2 tahun serta invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan gangguan ekonomi di seluruh negara di dunia. Perang yang dilakukan Rusia ini berdampak pada keamanan pasokan energi, serta berimplikasi pada terhambatnya produksi dan ekspor komoditas pangan serta pertanian. Kondisi ini memicu gejolak harga terutama pangan dunia.

Seluruh dunia tengah mengganggap inflasi tinggi saat ini sebagai masalah serius. Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mewanti-wanti bahwa inflasi akan menjadi masalah yang sangat serius bagi dunia jika tidak diambil tindakan untuk mengatasinya.

“Sangat sulit untuk melakukan itu dan memiliki soft landing. Ada risiko besar jika Anda melakukan apa yang perlu Anda lakukan, tetapi hasilnya memicu resesi,” ujar Lee Hsien Loong dalam sebuah wawancara dengan Nikkei Asia dikutip dari CNA.

Inflasi yang cukup tinggi memerlukan tindakan yang cukup drastis untuk menurunkannya kembali dan untuk mencegah ekspektasi inflasi berakar. “Itu terjadi berulang kali di tahun 60-an, 70-an, 80-an, 90-an. Nah itulah risiko yang harus kita antisipasi dan waspadai. Tapi… Anda harus mengambil risiko itu karena jika Anda tidak bertindak melawan inflasi, itu akan menjadi masalah yang sangat serius bagi dunia,” katanya.

Menurut data, inflasi di banyak negara telah melonjak ke level tertinggi multi-tahun, didorong oleh rebound dalam aktivitas ekonomi dan gangguan rantai pasokan.

Di Inggris, misalnya, angka yang dirilis pekan lalu menunjukkan bahwa harga naik pada tingkat tercepat dalam 40 tahun. Inflasi tahunan melonjak menjadi 9 persen di bulan April, naik dari 7 persen di bulan Maret.

Sementara inflasi inti Singapura naik ke level tertinggi 10 tahun 2,9 persen year on year (yoy) di bulan Maret karena harga makanan dan jasa yang lebih tinggi.

Trading Economics menyebut ada 10 negara dengan tingkat inflasi tertinggi di dunia. Yakni Turki tingkat inflasi 69,9 persen secara tahunan, Argentina (55,1 persen), Rusia (16,7 persen), Brasil (12,13 persen), Belanda (9,6 persen), Spanyol (8,4 persen), Amerika Serikat (8,3 persen), Meksiko (7,68 persen), Jerman (7,4 persen), dan Inggris Raya (7 persen).

Ancaman Stagflasi

Inflasi tinggi di dunia ini memunculkan kekhawatiran bagi ekonom dan para pengusaha. Kekhawatiran itu yakni terjadinya stagflasi.

Stagflasi adalah peristiwa ekonomi di mana tingkat inflasi tinggi akibat lonjakan harga barang, tingkat pertumbuhan ekonomi melambat, dan pengangguran tetap tinggi. Kombinasi yang tidak menguntungkan seperti ini sangat ditakuti dan dapat menjadi dilema bagi pemerintah. Hal ini karena berisiko pada mogoknya mesin di pasar keuangan.

Bagaimana dengan Indonesia? Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengatakan stagflasi menjadi ancaman besar bagi semua negara, termasuk Indonesia. Karena itu keadaan tersebut harus direspons dengan baik agar Indonesia tidak terjerumus ke dalamnya.

Pergeseran risiko, tantangan inflasi, dan pengetatan moneter ini menimbulkan situasi pilihan kebijakan (policy trade-off) yang sangat sulit, yang dihadapi oleh semua negara di dunia.

Pilihan kebijakan tersebut adalah, apakah segera mengembalikan stabilitas harga atau mengendalikan inflasi, yang berarti pengetatan moneter dan fiskal yang akan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan, atau tetap mendukung akselerasi pemulihan ekonomi setelah terpukul pandemi.

“Jika tidak terkelola, risiko global ini akan menggiring kepada kondisi stagflasi, yaitu fenomena inflasi tinggi dan terjadinya resesi seperti yang pernah terjadi di AS pada periode awal 1980-an dan 1990-an,” jelas Sri Mulyani.

Pengetatan kebijakan moneter dan likuiditas global termasuk menaikkan suku bunga acuan secara signifikan harus diwaspadai, khususnya terhadap kenaikan cost of fund untuk pembiayaan, baik APBN maupun sektor korporasi. Apalagi di tengah fase pemulihan ekonomi yang masih awal dan masih rapuh.

Inflasi di Indonesia

Negara manapun akan sangat khawatir dengan inflasi tinggi termasuk Indonesia. Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), inflasi kerap disebut sebagai musuh ekonomi apalagi bila naiknya tajam dan terus berfluktuasi.

Inflasi yang tidak terkendali menunjukkan terjadinya gangguan pada rantai pasok hingga membuat nilai uang menyusut atas barang yang sama. Akibatnya, kesejahteraan menurun.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada April 2022 mencapai 3,47 persen secara tahunan (yoy). Itu adalah tingkat inflasi tertinggi sejak Agustus 2019, dimana saat itu inflasi mencapai 3,49 persen yoy.

Laju inflasi pada April 2022 tersebut meningkat, lantaran harga komoditas global yang masih tinggi dan menguatnya permintaan di periode Ramadan dan Lebaran.

Sementara tingkat inflasi menurut Bank Indonesia (BI) hingga minggu ketiga Mei 2022 berdasarkan Survei Pemantauan Harga diperkirakan sebesar 0,38 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).

Dengan perkembangan tersebut, perkiraan inflasi pada Mei 2022 secara tahun kalender adalah sebesar 2,54 persen (ytd). Secara tahunan [inflasi diperkirakan] sebesar 3,53 persen (yoy).

Penyumbang utama inflasi Mei 2022 hingga minggu ketiga yaitu komoditas angkutan udara dan bawang merah masing-masing sebesar 0,06 persen mtm, daging ayam ras 0,05 persen sebesar mtm, serta telur ayam ras sebesar 0,04 persen mtm.

Di samping itu, penyumbang inflasi juga berasal dari komoditas daging sapi dan angkutan antar kota masing-masing sebesar 0,02 persen mtm.

Inflasi yang tinggi adalah sumber masalah. Tingkat inflasi yang tinggi bisa menggerus daya beli masyarakat. Lonjakan inflasi juga bisa mempercepat BI menaikkan suku bunga acuan dan diikuti oleh perbankan lewat bunga kreditnya.

Hal ini jelas akan memperlambat perekonomian Indonesia yang kini baru pulih. Jadi pengendalian inflasi menjadi penting agar tidak terjerumus ke jurang stagflasi.

Solusi yang bisa dilakukan adalah menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga untuk komoditas penyumbang inflasi terbesar. Komoditas penyumbang inflasi terbesar di Indonesia adalah bersumber dari pangan, terutama beras. Oleh karena itu, harga kebutuhan pangan harus tetap terjaga. [ikh]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button