Anggaran BRIN Dipangkas 65 Persen, DPR Khawatir Riset dan Inovasi Makin Melempem


Wakil Ketua Komisi X DPR, My Esti Wijaya menyoroti pemangkasan anggaran Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Membuat peneliti malas kerja, mengganggu ekosistem riset.

“Tahun 2024 BRIN mendapatkan anggaran lebih dari Rp5 triliun, kemudian tahun ini diputuskan mengalami pemotongan anggaran. Padahal ini akan berdampak pada penelitian dan inovasi nasional,” ujar Esti dalam rapat kerja bersama BRIN, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/2/2025).

Dia menilai, keberhasilan BRIN sebagai lembaga riset sangat bergantung kepada kualitas penelitinya. Sementara, untuk mencetak peneliti yang mumpuni membutuhkan waktu panjang.

Oleh karena itu, kata dia, BRIN harus berfokus pada pengembangan sumber daya manusia (SDM), dengan memastikan para peneliti, periset, dan perekayasa lebih produktif serta kompetitif dalam pekerjaannya.

Sementara, anggota Komisi X DPR, Anita Jacoba menyebut BRIN sebagai lembaga superbodi. Alasannya, menjalankan tiga fungsi sekaligus. Yakni, merumuskan kebijakan, mengimplementasikannya, dan mengawasi jalannya riset.

Saat ini, kata Anita, anggaran BRIN justru lebih banyak digunakan untuk pembayaran gaji pegawai ketimbang untuk membiayai riset dan inovasi.

“Dari total anggaran BRIN tahun 2025 sebesar Rp5,8 triliun, sebagian besar digunakan untuk gaji dan operasional. Hanya Rp2,01 triliun yang dialokasikan untuk program riset dan inovasi. Jika anggaran lebih banyak terserap untuk operasional dan gaji, bagaimana BRIN bisa menghasilkan produk riset yang berkualitas,” kata dia.

Anita menambahkan, ekosistem riset seharusnya memaksimalkan potensi pengembangan sistem produksi pengetahuan. Namun, menurutnya, kebijakan BRIN justru mengacaukan ekosistem riset yang telah dibangun.

“Pemangkasan anggaran juga dikhawatirkan berdampak pada program riset dan inovasi yang sedang berjalan. BRIN harus lebih terbuka dalam mengidentifikasi program mana yang harus dipertahankan dan mana yang tidak,” tuturnya.