Anggaran Mewah Pusat Data Nasional, Sistem Keamanannya Abal-abal


Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher menyoroti lemahnya keamanan Pusat Data Nasional (PDN) yang anggarannya cukup mewah. Tapi, begitu mudahnya diretas ransomware.

“Sungguh memprihatinkan, lembaga ini (PDN) dibekali anggaran Rp700 miliar dari APBN, tapi keamanan datanya lemah, serta tak memiliki backup data yang mumpuni,” kata Netty di Jakarta, Selasa (2/7/2024).

Menurutnya, salah satu yang terkena dampak peretasan tersebut adalah data kesehatan masyarakat Indonesia. Pada 2021 muncul informasi tentang bocornya data BPJS Kesehatan. Datanya bocor dan diperjualbelikan oleh situs gelap. Disusul bocornya data e-HAC (Electronic Health Alert Card), kini giliran data kesehatan yang tersimpan di PDN diretas.

“Kenapa kita tak belajar dari pengalaman? Data kesehatan kita begitu mudah untuk dibobol hacker. Selain akan mengganggu pelayanan kesehatan dalam negeri, data kesehatan yang bocor rentan disalahgunakan,” kata Politikus PKS ini.

Bocornya data pribadi, kata dia, bisa digunakan untuk mencuri passwor, bertransaksi dengan aplikasi pinjaman online (pinjol), membobol layanan keuangan dan lain-lain. “Seorang pasien penyakit menular juga akan terkena isolasi sosial jika penyakitnya terungkap ke publik,” ujar Netty.

Besarnya masalah yang ditimbulkan akibat peretasan data di PDN ini, kata Netty, harus ditangani secara serius oleh pemerintah. “Penegak hukum harus terlibat dan melakukan audit komprehensif terhadap lembaga tersebut. Jangan sampai masalah sebesar ini dibiarkan menguap, tanpa ada satupun pejabat yang bertanggung jawab,” terangnya.

Netty mendorong percepatan aturan turunan UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. “Terutama soal pihak-pihak yang memegang data masyarakat, termasuk instansi pemerintah yang lalai dalam menjaga keamanan data masyarakat. Harus ada sanksi yang tegas agar tidak sembarangan mengumpulkan data masyarakat,” bebernya.

Anggota Komisi I DPR asal PKS, Sukamta Mantamiharja berpandangan sama. Bobolnya data PDN yang menjadi tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ini, menimbulkan banyak kerugian dari segala aspek. Mulai sistem keamanan, ekonomi dan kesehatan.

Dari sisi ekonomi, Sukamta menyebut, pola konsumsi masyarakat Indonesia semakin mudah diketahui. Hal ini membuat bangsa Indonesia semakin mudah diatur.

“Kalau begitu jualan ke bangsa Indonesia, jualan ini saja. Cara jualnya seperti ini. Semuanya akan mudah diketahui. Ujung-ujungnya nanti ketergantungan. Jadi, ini sebetulnya kita kehilangan kekayaan yang sangat luar biasa. Kalau dinilai mungkin lebih dari Rp20.000 triliun,” kata Sukamta.