Anggaran Tahun Pertama Prabowo-Gibran Naik Rp296 Triliun, Ruang Fiskalnya Menyempit karena Warisan Utang Jokowi


Tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, menurut APBN 2025, penerimaan negara ditetapkan sekitar Rp3.001,5 triliun. Atau naik sekitar Rp296 ketimbang APBN 2024. Tapi bukan berarti ruang fiskal melebar, justru menyempit. Lho kok bisa?

Menurut Direktur Eksekkutif sekaligus Founder Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, APBN tahun pertama Prabowo terkesan jumbo karena naiknya sekitar Rp296 triliun, tapi sebenarnya tidak begitu. Justru cenderung sempit karena beberapa faktor,” ungkap Bhima, Jakarta, Jumat (20/9/2024).

Apa saja faktor yang membuat ruang fiskal menyempit? Pertama, kata Bhima, tahun pertama Prabowo harus menanggung utang jatuh tempo senilai Rp800 triliun. Itu belum ditambah beban bunga utang sebesar Rp550 triliun. Ini konsekuensi dari warisan utang yang ugal-ugalan di era Jokowi. 

Angka Rp1.150 triliun jelas bukan angka yang kecil. Karena hampir 35 persen dana APBN tersedot untuk membayar utang jatuh tempo dan bunganya.

“Mencari uang untuk pembayaran bunga dan pokok utang jatuh tempo tentu tidak mudah, apalagi kondisi ekonomi global sedang menunjukkan tren pelambatan,” kata Bhima.

Kedua, lanjut Bhima, rasio pajak di tahun pertama Prabowo, sulit naik karena beberapa hal. Misalnya, harga komoditas ekspor Indonesia yang anjlok. Berbeda dengan 2020-2022, komoditas sawit dan batu bara masuk era keemasan.

Kala itu, penerimaan negara melonjak signifikan. “Masalah lainnya adalah basis pajak kita, masih belum diperluas, dan belum adanya obyek pajak baru yang memberikan pendapatan signifikan untuk negara,” terang Bhima.

Ketiga, imbuh Bhima, belanja program di APBN 2025 meski terkesan besar di tahun pertama Prabowo, seperti ada program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan lumbung pangan.

Namun terdapat kebutuhan pengeluaran untuk belanja birokrasi seperti pembentukan lembaga teknis, dan anggaran yang terpakai cukup besar. “Keempat, besarnya belanja barang dan pegawai akan berisiko pada pelebaran defisit APBN,” ungkapnya.

Mengingatkan saja, APBN 2025 disahkan dalam sidang paripurna DPR pada Kamis (19/9/2024). Beberapa asumsi makroekonomi yang telah disepakati diantaranya, pertumbuhan ekonomi 5,2 persen, inflasi 2,5 persen, nilai tukar rupiah (kurs) Rp16.000/US$, suku bunga SBN 10 tahun sebesar 7,0 persen.

Sedangkan harga minyak Indonesia atau Indonesian Crude Oil Price (ICP) US$82/barel, lifting minyak 605 ribu barel per hari (bph), dan lifting gas 1,005 juta barel setara minyak per hari.

Tingkat kemiskinan ditargetkan turun di kisaran 7-8 persen dan tingkat kemiskinan ekstrem bisa 0 persen, tingkat pengangguran terbuka di kisaran 4,5-5 persen, dan tingkat ketimpangan atau gini ratio turun 0,379-0,382.