Market

Antisipasi PHK, Ekonom Sarankan Genjot Ekspor dari Tiga Sektor

Untuk menghindari berlanjutnya pemutusan hubungan kerja alias PHK akibat penurunan permintaan ekspor, pemerintah disarankan melakukan diversifikasi negara-negara tujuan ekspor. Selain itu, diversifikasi produk ekspor dari tiga sektor juga perlu ditingkatkan.

Ketiga sektor dimaksud adalah properti, perkebunan, dan perikanan. “Diversifikasi tujuan ekspor dan diversifikasi produk diperlukan, seperti properti, perkebunan, dan perikanan yang masih underutilized (kurang dimanfaatkan),” kata Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual kepada Inilah.com di Jakarta, Jumat (10/2/2023).

Sejauh ini, sambung dia, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2002 alias Perpu Cipta Kerja bertujuan untuk mengundang investasi baru dan bukan untuk mengantisipasi terjadinya PHK.

“Saya tidak tahu apakah itu dapat mengantisipasi PHK. Ini lebih ke memperkuat investasi dan ekspor ke depan. Untuk mencegah PHK saya tidak tahu di pasal mana dalam Perppu Ciptaker. Tidak ada pasal-pasal khusus terkait PHK saya lihat,” ungkap David.

Alih-alih memberikan payung hukum untuk perusahaan mengantisipasi terjadinya PHK, Perppu tersebut mengatur jumlah pesangon untuk karyawan korban PHK. Ketentuan besaran pesangon secara rinci dipaparkan dalam Pasal 156.

“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima,” demikian bunyi Pasal 156 ayat (1) Perpu Cipta Kerja tersebut.

Sementara Pasal 156 menjelaskan bahwa besaran pesangon yang diterima para karyawan korban PHK mengacu pada masa kerjanya. Ketentuan maksimal pesangon adalah sembilan kali upah. Bagi karyawan yang di-PHK dengan masa kerja kurang dari setahun, bakal memperoleh pesangon satu bulan upah.

Adapun bagi pekerja korban PHK dengan durasi kerja lebih dari setahun tetapi kurang dari dua tahun, akan menerima dua bulan upah. Begitu seterusnya sampai terakhir pada sembilan kali upah.

Untuk mengantisipasi terjadinya PHK, David menegaskan perlunya perhatian pada produk-produk yang menjadi substitusi impor. “Misalnya, properti pada 10-15 tahun lalu porsi ekonominya kecil secara nasional, 5-8 persen,” ungkap dia.

Peran dari sektor properti ini, kata dia, bisa dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) itu. Pada kuartal kedua 2022 kontribusi dari sektor properti terhadap PDB mencapai 9,14 persen dan 2,47 persen untuk real estat.

“Itu sekarang bisa mencapai 15-16 persen (kontribusi sektor property terhadap PDB). Belum dengan penyerapan tenaga kerja yang besar, sama seperti tekstil dan sepatu,” ungkap David.

Peran properti, menurutnya, berbeda dengan komoditas dan mineral yang tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja. Sebab, sektor komoditas dan mineral lebih banyak menggunakan mesin dan alat berat.

“Konstruksi properti bisa menggantikan kontribusi sektor lain terhadap PDB. Dalam 5 tahun lagi bisa 20 persen. China saja bisa 30 persen,” ujarnya.

Namun, David mengingatkan, seiring kenaikan kontribusi properti terhadap PDB, jumlah barang impor terkait properti pun biasanya mengalami kenaikan. “Rumah-rumah untuk produk sanitari kebanyakan diimpor. Bata dan semen yang lebih banyak produk dalam negeri,” timpal dia.

David pun mendorong penguatan untuk barang-barang substitusi impor, seperti kaca, keramik, sanitari, lampu dan kabel. “Itu saya pikir penyerapan kerjanya bagus. Itu juga perlu dipikirkan selain manufaktur yang lain,” imbuhnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button