Anwar Abbas Wanti-wanti MBG Jangan Sampai Jadi “Program Kenyang” Buat Konglomerat!


Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus pengamat sosial ekonomi, mengkritisi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah dengan anggaran jumbo mencapai Rp171 triliun tahun ini.

Ia mewanti-wanti, program yang sejatinya bertujuan meningkatkan gizi anak-anak Indonesia ini berpotensi melenceng jika tidak dikelola dengan baik.

“Jangan sampai MBG malah jadi ‘program kenyang’ buat konglomerat, sementara pedagang kecil dan pelaku usaha mikro hanya bisa gigit jari,” tegas Buya Abbas dalam keterangan tertulis yang diterima Inilah.com, Ahad (2/2/2025).

Menurut, meski pemerintah mengklaim bahwa program ini akan menguntungkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), faktanya ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan besar. 

Mereka diduga bisa menyusup ke dalam skema MBG dengan berkedok sebagai UMKM demi meraup keuntungan besar.

“Banyak usaha besar yang melirik MBG ini dan membuat perusahaan baru berlabel UMKM. Tujuannya jelas, supaya mereka bisa ikut menikmati kue anggaran MBG,” ungkap Ketua PP Muhammadiyah bidang ekonomi tersebut.

Anwar menyoroti data yang menunjukkan dominasi UMKM di Indonesia, di mana usaha mikro dan ultra mikro mencapai lebih dari 98% dari total pelaku usaha. Sayangnya, keberadaan mereka justru terancam jika pengelolaan MBG diserahkan kepada pihak-pihak yang hanya mengejar keuntungan semata.

“Kalau pengadaan MBG ini tidak diprioritaskan untuk usaha mikro dan ultra mikro, mereka yang selama ini berdagang di kantin-kantin sekolah bisa tergusur. Penjualan mereka tergerus karena makanan yang biasanya mereka jual sudah digantikan oleh MBG,” ujarnya.

Menurutnya, hal ini bisa menjadi “bencana ekonomi” bagi pedagang kecil yang selama ini menggantungkan hidup dari berjualan di lingkungan sekolah.

Pemerintah Diminta Prioritaskan Usaha Mikro dan Ultra Mikro

Anwar menegaskan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan program ini benar-benar memberdayakan pelaku usaha kecil di lapisan bawah, bukan menjadi ladang bisnis bagi konglomerat.

“Kalau mau memberdayakan ekonomi rakyat, maka pengadaan MBG harus diprioritaskan untuk usaha mikro dan ultra mikro. Jangan biarkan konglomerat yang justru kenyang dari program ini,” katanya dengan nada tegas.

Ia juga mengusulkan agar pengelolaan MBG diserahkan kepada pihak sekolah yang bisa bermitra langsung dengan pedagang kecil di lingkungan sekitar.

“Pihak sekolah bisa bermitra dengan pedagang yang sudah ada, sambil memastikan kualitas, kebersihan, dan ketepatan waktu distribusi. Ini bisa dilakukan dengan melibatkan Badan Gizi Nasional, suplier lokal, dan pengawas internal,” sarannya.

Selain itu, Anwar mengusulkan pembentukan tim pengawas khusus di setiap sekolah untuk memantau jalannya program MBG. Tim ini harus terdiri dari perwakilan guru, karyawan, orang tua siswa, hingga warga sekitar.

“Jangan sampai hanya satu atau dua pengusaha saja yang diuntungkan. Harus ada pemerataan, persaingan sehat, dan sistem penghargaan serta sanksi yang adil,” jelasnya.

Anwar menegaskan bahwa MBG tidak boleh dipandang semata sebagai program pemenuhan gizi anak-anak. Lebih dari itu, program ini harus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi lokal yang mampu mengangkat pelaku usaha mikro dan ultra mikro ke level yang lebih tinggi.

“Program ini seharusnya bisa menjadi jalan bagi usaha kecil untuk naik kelas. Jangan sampai justru menjadi ‘program kenyang’ bagi para konglomerat yang sudah punya piring penuh,” pungkasnya.