Ototekno

Apresiasi Sekaligus Catatan Pembangunan BTS 4G di Daerah 3T

Progres pembangunan menara pemancar (BTS) 4G di daerah 3T oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Indonesia (BAKTI) yang disebutkan telah mencapai 86% progres pembangunannya untuk pemerataan akses telekomunikasi perlu diapresiasi.

Namun demikian menurut Agung Harsoyo, Pengamat Telekomunikasi yang juga mantan Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), agar pembangunan BTS 4G tersebut kredibel dan sesuai dengan tata kelola yang baik (GCG), perlu adanya verifikasi lebih mendalam terkait progresnya.

“Verifikasi ini menjadi sangat penting agar klaim progres pembangunan yang dilakukan BAKTI mendapat pengakuan (validasi) dari lembaga-lembaga yang terkait seperti Inspektorat Jenderal Kominfo dan Kemenkeu maupun BPK. Dengan demikian kredibilitas BAKTI sebagai pelaksana pembangunan tetap terjaga dengan baik,” terang Agung dalam keterangannya kepada inilah.com, Selasa (19/04/2022).

Lebih lanjut Agung menyampaikan hal yang perlu jadi perhatian adalah dalam pembangunan BTS ini adalah terkait penggunaan perangkat. Perangkat yang akan dan sudah terpasang di menara pemancar menurutnya harus dilakukan pemeriksaan terkait kualitasnya dengan parameter RAS (Reliability, Availability dan Security).

“Kehandalan (reliability) dari perangkat sangat penting, apakah cepat rusak atau tidak. Kemudian ketika terjadi kerusakan, bagaimana dengan ketersediaan (availabilty) suku cadangnya. Jangan sampai ketika terjadi kerusakan baru dipesan dan dibuatkan oleh pabrikan sehingga membutuhkan waktu yang panjang untuk perbaikan,” jelas Agung.

Yang terakhir Agung jelaskan terkait security pada parameter pemeriksaan tersebut sangat erat hubungannya dengan resiko yang akan terjadi baik yang menyangkut keuangan maupun layanan dari penggunaan perangkat dalam pembangunan BTS oleh BAKTI.

Oleh karena itu menurut Agung, jangan sampai pembangunan BTS ini menggunakan perangkat yang tidak jelas merek dan kualitasnya. Unttuk menghndari hal tersebut, pemerintah juga bisa melakukan benchmark mengenai penggunaan perangkat tersebut di industri terkait baik di dalam maupun luar negeri.

Menjaga Kualitas Layanan

Hal senada juga Alamsyah Saragih, Praktisi Kebijakan Publik sampaikan. Menurutnya, program ini memang perlu ada apresiasi hanya saja jangan sentimentil dan over exposed tentang kesulitan alam dan keamanan karena akan tampak manajemen tidak professional mengingat emua orang tahu kalau daerah 3T itu ada di medan yang sulit.

“Kinerja tetap harus dikritisi, tidak semua tempat harus angkut barang pakai kerbau, kuda dan helikopter. Ini namanya dramatisasi kesulitan untuk menutupi management failure dan tata kelola yang buruk,” ucap Alamsyah.

Terkait pemeriksaan kualitas perangkat yang terpasang di Menara pemancar juga harus diperhatikan mengingat seluruh BTS yang dibangung oleh BAKTI akan digunakan oleh operator seluler untuk memberikan layanan kepada masyarakat di sekitar.

Karena di BTS yang dibangun oleh BAKTI seluruh perangkat aktif dan pasif disediakan oleh BAKTI Kominfo dan menurut Alamsyah operator tidak memiliki kuasa untuk menentukan BTS terbaik yang akan digunakan di daerah USO. Bahkan operator selular tak dilibatkan dalam penentuan perangkat aktif BTS yang akan dipergunakan. Operator selular baru akan berperan ketika BAKTI Kominfo sudah memberi informasi kalau BTS USO sudah siap untuk dikoneksikan dengan jaringan milik operator.

Karena tak memiliki kuasa menentukan perangkat aktif di BTS USO, Alamsyah memastikan operator selular tak bisa menjamin service level agreement (SLA) yang setara di wilayah 3T. Berbeda dengan BTS yang operator selular bangun sendiri. Selain itu karena BTS USO berasal dari APBN dan perangkatnya BAKTI Kominfo kelola, maka ketika ada kerusakan, semua menjadi tanggung jawab BAKTI Kominfo.

“Kita ketahui bersama selama ini BAKTI tak pernah melakukan perbaikan BTS. Selama ini perbaikan BTS USO telah operator lakukan. Ini berpotensi menambah beban Negara. Karena menggunakan dana APBN maka status kepemilikan BTS adalah barang milik Negara. Padahal BTS memiliki depresiasi yang sangat besar. BPK harus memeriksa SLA BTS USO yang dibangun BAKTI sama seperti mereka meriksa SLA BTS USO yang dibangun operator selular,”ungkap Alamsyah.

Berdasarkan informasi, Alamsyah mengungkapkan dari 7.904 BTS USO yang BAKTI kelola, belum ada satupun yang terhubung dengan jaringan (Mobile Switching Center- MSC) operator selular. Hal lain, kiranya menjadi berisiko bagi BAKTI menerbitkan berita acara serah terima BTS yang vendor bangun namun belum tentu sesuai dengan standar pelayanan masing-masing operator.

“Harusnya kalau BAKTI mengatakan BTS USO sudah selesai, bisa dicek berapa perangkat terkoneksi dengan MSC operator. Agar pembanguan BTS USO transparan BPK bisa melakukan validasi klaim BAKTI tersebut,” pungkas Alamsyah.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Ibnu Naufal

Menulis untuk masa depan untuk aku, kamu dan kita.
Back to top button