Kanal

Arcturus Biang Kerok Pemicu Kasus Lonjakan COVID-19

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan dua pasien positif COVID-19 subvarian Omicron XBB.1.16 atau Arcturus. Subvarian ini telah menggila di banyak negara. Di India, Arcturus menyebabkan lebih dari 10.000 kasus COVID-19 baru dalam 24 jam terakhir. Bagaimana gejala dan tingkat keparahannya?

Subvarian Arcturus telah terdeteksi di lebih dari 20 negara lain, termasuk Singapura, India, Nepal, Amerika Serikat, Australia, dan Inggris. Sebagian besar kasus dilaporkan di Nepal dan India, yang mengalami lonjakan jumlah infeksi dalam beberapa pekan terakhir.

Pada Kamis (14/4/2024), India melaporkan 10.158 kasus baru, melonjak 30 persen dari 7.830 kasus yang dilaporkan pada hari sebelumnya. Ini membuat jumlah kasus aktif COVID di negara itu menjadi 44.998.

Di Singapura, mengutip Channel News Asia (CNA), Kementerian Kesehatan mengatakan gelombang infeksi COVID-19 saat ini didorong oleh campuran subvarian XBB, termasuk XBB.1.5, XBB.1.9, dan XBB.1.16. Namun, ditambahkan bahwa saat ini tidak ada bukti peningkatan keparahan dalam kasus tersebut. Pada minggu terakhir bulan Maret, 28.410 kasus COVID-19 tercatat di Singapura, hampir dua kali lipat dari angka minggu sebelumnya sebesar 14.467.

Sementara di Indonesia, Kemenkes memastikan bahwa dua pasien positif COVID-19 subvarian Omicron XBB.1.16 atau Arcturus. Kasus ini ditemukan pada pasien berjenis kelamin perempuan berusia 33 tahun dan pasien laki-laki berusia 56 tahun. Dari kedua pasien tersebut hanya pasien berusia 33 tahun yang menjalani perawatan di rumah sakit (RS). Sedangkan pasien lainnya, hanya mengalami gejala ringan khas COVID-19.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pasien dinyatakan sembuh setelah mengalami gejala COVID-19 selama 5 hingga 6 hari lamanya.  “Hanya satu yang dirawat yang usia 33 tahun, yang 85 tahun tidak dirawat. Saat ini keduanya sudah sehat,” ujarnya, Jumat (14/4/2023).

Nadia mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir. Sebab, meski memiliki tingkat penularan yang tinggi, subvarian ini tidak menimbulkan fatalitas kasus yang tinggi. Jika berkaca pada kasus yang terjadi di India, subvarian ini juga dinyatakan tidak menyebabkan peningkatan kasus rawat inap. “Tentunya kita mengimbau masyarakat untuk booster, untuk perlindungan diri. Kalau ada gejala untuk mau dites sehingga bisa diisolasi,” sambungnya.

Tentang subvarian baru Arcturus

Arcturus –atau XBB.1.16– adalah subvarian dari virus Omicron yang menurut WHO sedang dipantau ‘karena memiliki potensi perubahan yang (perlu) untuk diawasi dengan baik’. Arcturus pertama kali terdeteksi pada Januari, dan ditambahkan ke daftar varian WHO yang sedang dipantau pada 22 Maret 2023.

Arcturus adalah varian rekombinan –atau hibrida– dari BA.2.10.1 dan BA.2.75, yang merupakan turunan dari varian Omicron BA.2. Ada sekitar 800 urutan virus dari 22 negara, kata WHO saat konferensi pers pada 29 Maret. Kebanyakan dari mereka berasal dari India, di mana XBB.1.16 telah menggantikan varian lain yang beredar.

Profilnya mirip dengan varian XBB.1.5 tetapi memiliki mutasi tambahan pada protein lonjakan, yang dalam penelitian laboratorium menunjukkan peningkatan infektivitas, serta potensi peningkatan patogenisitas, yang mengacu pada kemampuan suatu organisme untuk menyebabkan penyakit.

Sebuah studi dari Universitas Tokyo menunjukkan bahwa varian tersebut menyebar sekitar 1,17 hingga 1,27 kali lebih efisien daripada galur XBB.1 dan XBB.1.5, dan menyarankan bahwa varian tersebut berpotensi menyebar ke seluruh dunia dalam waktu dekat.

Hasil tes dari universitas juga menunjukkan bahwa varian tersebut sangat resisten terhadap berbagai antibodi COVID-19. “Ini salah satu yang harus diperhatikan,” kata Dr Maria van Kerkhove, pimpinan teknis WHO untuk COVID-19. “Ini telah beredar selama beberapa bulan.”

Dr van Kerkhove menambahkan bahwa organisasi belum melihat perubahan tingkat keparahan di antara individu atau populasi, tetapi mencatat bahwa ‘kita harus tetap waspada’.

Mengutip Fortune, peneliti menuliskan bahwa peningkatan kemampuan Arcturus untuk melampaui varian lain menunjukkan bahwa varian ini akan menyebar ke seluruh dunia dalam waktu dekat. Mereka juga menambahkan bahwa varian tersebut sangat resisten terhadap antibodi dari berbagai varian COVID-19, termasuk ‘stealth Omicron’ BA.2 dan BA.5, yang melonjak secara global tahun lalu.

Artinya, kasus COVID-19 dapat meningkat di daerah yang baru-baru ini mengalami peningkatan infeksi COVID, terutama jika infeksi tersebut berasal dari BA.2, BA.5, atau turunannya.

Gejala terkena Arcturus

Sementara itu India Times, menulis, Arcturus menyerang anak-anak hingga orang dewasa. Orang yang terpapar varian virus ini dapat dirawat dan dikelola di rumah. Kepala Perawatan Kritis dan Pulmonologi Rumah Sakit CK Birla Kuldeep Grover mengatakan bahwa gejala dari varian Arcturus sebagian besar mirip flu ringan. Sebagian orang mungkin mengalami gejala pada saluran pernapasan.

Ada beberapa gejala yang harus diperhatikan dan segera melakukan tes COVID-19 jika mengalaminya. Pada anak-anak, gejalanya bisa berupa suhu badan tinggi, pilek, batuk, diare yang tidak bernanah, konjungtivitis gatal, mata lengket. Sementara bagi orang dewasa, pilek, sakit tenggorokan bagian atas, demam yang meningkat perlahan selama satu atau dua hari, kehilangan penciuman, batuk parah, serta bronchitis.

Orang yang telah divaksinasi dan terpapar infeksi alami selama pandemi Covid-19 mengembangkan kekebalan yang kuat terhadap virus yang disebut kekebalan hibrida. Menurut Dr. Grover, dalam kekebalan hibrida, tubuh mengembangkan antibodi yang melawan mutasi virus. Hal ini dapat dilihat dalam kasus COVID-19 yang meningkat, tetapi jumlah rawat inap tidak melonjak naik.

Walaupun memiliki kekebalan hibrida, masyarakat tetap disarankan untuk mengikuti protokol terkait COVID-19, seperti mencuci tangan, memakai masker, dan menghindari pertemuan sosial untuk mencegah penyebaran virus apa pun. Orang dengan gejala seperti batuk dan pilek sebaiknya menghindari pertemuan dengan orang lain.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button