AS Ketar-ketir, Setelah Iran Kini Korut Uji Coba Rudal Hipersonik

Menyusul klaim Iran mengenai kemajuan dalam pengembangan senjata hipersonik, Korea Utara kini menegaskan juga berhasil dalam bidang ini. Amerika Serikat jelas ketar-ketir karena serangan rudal hipersonik berpotensi membuat kapal perang AS yang paling canggih sekalipun menjadi tidak berdaya.

Menurut laporan media pemerintah, Korut berhasil meluncurkan rudal “hipersonik” berbahan bakar padat terbaru pada 14 Januari, menandai pencapaian signifikan dalam program persenjataannya. Rudal balistik jarak menengah diluncurkan dari lokasi dekat Pyongyang, mengikuti lintasan melayang selama kurang dari 12 menit. Menurut militer Korea Selatan dan Jepang, kapal tersebut kemudian mendarat di perairan antara Korea Utara dan Jepang.

Peluncuran ini, menurut Eurasian Times, mewakili konvergensi dua tonggak baru dalam program pengembangan senjata Pyongyang yakni rudal berbahan bakar padat dan rudal yang dilengkapi dengan “kendaraan yang dapat bermanuver kembali.” 

Meskipun Korea Utara sebelumnya telah mengklaim keberhasilan uji coba rudal berbahan bakar padat dan rudal bermanuver secara terpisah, peluncuran ini mengintegrasikan kedua teknologi tersebut. Rudal berbahan bakar padat memiliki keuntungan karena diisi bahan bakarnya secara diam-diam sebelum dikerahkan, sehingga mengurangi waktu yang tersedia bagi musuh untuk melancarkan serangan preventif.

Di sisi lain, rudal yang dapat bermanuver, seringkali rudal hipersonik, dapat mengubah lintasannya di tengah penerbangan menggunakan sirip atau sayap, yang dapat meningkatkan akurasi dan membuat intersepsi oleh sistem pertahanan menjadi lebih menantang. 

Korea Utara belum mengungkapkan secara terbuka informasi tentang pengembangan rudal “hipersonik” sejak melakukan uji coba pada September 2021 dan Januari 2022. Namun, parade militer dan pameran senjata pada bulan Juli memamerkan IRBM Hwasong-12B berbahan bakar cair dengan kendaraan luncur hipersonik (HGV). 

Laporan yang menyertai pengumuman tersebut mencakup satu foto, yang menunjukkan adanya “kendaraan masuk kembali yang dapat bermanuver (MaRV),” menurut Ankit Panda, Anggota Senior Stanton dalam Program Kebijakan Nuklir di Carnegie Endowment for International Peace. 

Panda mencatat bahwa rudal tersebut kemungkinan melakukan manuver tahap akhir, yang menunjukkan upaya Pyongyang menciptakan sistem dengan presisi yang ditingkatkan dan kemampuan untuk menembus pertahanan rudal dengan lebih efektif. 

Perlombaan Menerapkan Sistem Hipersonik 

Lanskap kemampuan militer global telah mengalami transformasi dramatis dalam beberapa tahun terakhir ketika negara-negara besar dan kecil terlibat dalam perlombaan yang penuh semangat untuk mengembangkan senjata hipersonik. Peningkatan ini merupakan bagian dari perlombaan senjata yang menyeluruh, di mana negara-negara kecil berusaha untuk menyamai rudal jarak jauh canggih yang dimiliki oleh kekuatan militer besar.

Senjata hipersonik dan Fractional Orbital Bombardment Systems (FOBS) berada di garis depan perlombaan teknologi ini, keduanya menimbulkan kekhawatiran karena potensinya untuk menghindari perisai rudal konvensional dan sistem peringatan dini. 

Korea Utara secara aktif berupaya mengembangkan rudal balistik hipersonik dan jarak menengah menggunakan penguat roket berbahan bakar padat. Iran juga telah membuat kemajuan dengan meluncurkan rudal hipersoniknya tahun lalu dan menempatkan dirinya di antara sejumlah negara terpilih, termasuk Tiongkok dan Rusia, yang mampu mengerahkan senjata jarak jauh dengan kemampuan manuver yang luar biasa. 

Sorotan terhadap pengembangan hipersonik semakin meningkat ketika Tiongkok meluncurkan roket dengan kendaraan luncur hipersonik pada tahun 2021, mengelilingi dunia sebelum nyaris mencapai target yang diinginkan. 

Pada tahun yang sama, Rusia, untuk menunjukkan kehebatan teknologinya, berhasil menguji rudal jelajah hipersonik Tsirkon (Zirkon). Presiden Rusia Vladimir Putin menekankan pentingnya hal ini dalam memodernisasi sistem rudal. Rusia bahkan telah mengerahkan rudal hipersoniknya dalam konflik yang sedang berlangsung dengan Ukraina. Namun, meski ada kekhawatiran mengenai kemampuan hipersonik Moskow, terutama di Eropa, Pentagon berpendapat bahwa teknologi Rusia tidak secanggih teknologi Tiongkok. 

Meskipun negara-negara seperti Rusia, Tiongkok, Iran, dan Korea Utara—yang dianggap sebagai negara musuh oleh AS—memiliki kemajuan dalam bidang ini, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa menghadapi tantangan dalam pengembangan senjata serupa. Meskipun investasi yang dilakukan berjumlah miliaran dolar selama lebih dari enam dekade, Amerika Serikat telah menghadapi banyak kemunduran dalam mengembangkan teknologi hipersoniknya. 

Pentagon bergulat dengan tantangan mulai dari kegagalan uji penerbangan hingga infrastruktur pengujian yang tidak memadai dan tidak adanya rencana yang komprehensif. 

Implikasi dari upaya global untuk mendapatkan senjata hipersonik sangat besar. Senjata hipersonik, khususnya di tangan negara-negara seperti Tiongkok atau Rusia, berpotensi mengganggu keseimbangan strategis kebijakan pertahanan AS yang sudah lama ada. 

Meskipun militer AS masih merupakan kekuatan yang tangguh, kemunculan rudal hipersonik memperkenalkan dinamika baru, yang memungkinkan musuh menantang keunggulannya dengan menghindari sistem peringatan dini dan secara strategis menargetkan aset-aset penting seperti armada angkatan laut dan pangkalan di luar negeri.

Serangan hipersonik berpotensi membuat kapal perang AS yang paling canggih sekalipun menjadi tidak berdaya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, AS telah melakukan berbagai proyek dengan negara mitra untuk memajukan sistem hipersonik dan kontra-hipersonik. 

Sumber: Inilah.com