Pengajar STH Indonesia Jentera, Asfinawati menilai ada dua sisi negatif yang menjadi faktor, sepinya peminat yang mendaftar sebagai calon komisioner dan dewan pengawas (dewas) KPK periode 2024-2029.
“Saya bahasakan sisi positif kepada yang mendaftar, orang yang tidak mendaftar, berarti mereka betul-betul memikirkan dengan serius. Dan mungkin merasa tidak ada harapan di sana,” ucap Asfinawati secara virtual dalam diskusi bertajuk ‘Kupas Tuntas Seleksi Capim dan Dewas KPK’, Senin (15/7/2024).
“Kenapa saya bisa bilang begitu? Karena sebetulnya beberapa orang yang saya turut mendorong untuk mendaftar ke pansel KPK, dan jawabannya ‘memang masih ada harapan ya?’, dan tentu saja saya sulit untuk menjawab itu,” lanjutnya.
Kemudian sisi kedua, yaitu berkaitan dengan proses seleksi yang berlangsung di DPR. Ia menyebut pada empat tahun yang lalu, para calon diminta patuh menandatangani revisi UU KPK.
“Dan (hal) itu yang menentukan apakah mereka akan diterima atau tidak. Dan terbukti meskipun tidak semua, nyaris seluruh kewenangan yang ada di UU yang baru sudah tidak berlaku, tidak mengikat oleh MK,” tegasnya.
“Jadi proses yang itu ya proses sesat, kok orang ditagih sebelum bekerja dengan sesuatu yang secara objektif bisa mereka tolak,” sambungnya.
Oleh karena itu, proses seperti ini menurutnya, yang membuat pendaftaran menjadi sepi peminat.
“Dan ini merupakan sinyal yang sangat buruk bahwa KPK tidak lagi dipercaya, atau dianggap tidak lagi memiliki kekuasaan atau kuasa, untuk memberantas korupsi secara objektif, karena sudah ada tangan-tangan kekuasaan yang mengendalikannya,” tutur Asfinawati.
Selain itu, bila ditanya apakah masih bisa berharap kepada lembaga antirasuah tersebut, dirinya tak ingin berharap banyak.
“Saya berpendapat berat sebetulnya berharap pada KPK, jika presiden terpilih tetap berlaku seperti pak Jokowi fase kemarin, yaitu tidak melakukan pemihakan kepada integritas, dan juga tidak melakukan pembelaan ketika ada kriminalisasi,” kata dia.
“Dan juga tidak mendengar suara publik yang kemudian ternyata terbukti kan, karena apa-apa yang diprediksi oleh publik, itu terjadi. Kan pimpinan KPK sudah rontok, setidak-tidaknya dua, menurut saya itu fase buruk yang terjadi selama ini,” ungkap dia.
Meski begitu, ia mengingatkan agar masyarakat sipil tidak boleh berhenti berbuat. “Karena begitu kita berhenti berbuat, maka apa-apa yang kita takutkan justru akan lebih mudah terjadi,” tandasnya.