News

Atur-atur Volume Toa Masjid, Waketum PBNU Sebut Menag Yaqut Kurang Kerjaan

Tak sedang bercanda, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Waketum PBNU), Nusron Wahid menyebut Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kurang kerjaan.

“Ini bukan masalah demokrasi, ini orang (Menag) kekurangan pekerjaan. Iya (Menag) kayak enggak ada kerjaan lain saja yang mengurusin gini,” kata Nusron Wahid, dikutip Kamis (24/2/2022).

Pernyataan menohok dari Nusron Wahid ini mengkritisi surat edaran Menag Yaqut tentang penggunaan toa di masjid dan musala maksimal 100 dB.

Menurut Nusron, penggunaan toa baik di masjid maupun mushalla sebaiknya dikembalikan merupakan urusan masyarakat sipil, yakni antara pengurus masjid dengan warga sekitar. “Ada masyarakat yang memang senang kalau toanya kencang karena kalau toanya kencang itu dia bisa cepat-cepat ke masjid,” jelas Nusron.

Namun, masih kata politisi Partai Golkar ini, ada pula masyarakat yang risih dengan suara toa yang dinilai terlalu kencang. Masyarakat, imbuh Nusron, punya beda-beda pandangan. “Negara nggak perlu mengatur, biarkan masyarakat mengatur kesepakatan pengurus masjid dengan warganya. Kalau toa masjid diatur lama-lama lonceng gereja juga diatur,” ujar Nusron.

“Masih banyak urusan Kementerian Agama yang lebih konkret yang harus diurus. Nanti kalau saya ketemu Menterinya, saya akan ngomong,” lanjutnya.

Peneliti Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, Rocky Gerung angkat bicara soal ini. Dia bicara mengenai hukum negara soal keheningan. “Prinsipnya hukum negara bilang keheningan itu diperlukan atau sebaliknya kebisingan itu harus dikendalikan. Berapa? ya 50 dB. Jadi itu aturan yang sudah dibuat dari zaman Orde Baru, lingkungan, rumah sakit, perumahan ada tingkatannya maksimal 70 dB minimal 50 dB jadi range itu,” jelas Rocky.

Lantas, ia mempertanyakan kebijakan Menag terkait maksimal suara toa masjid yang mencapai 100 dB. Untuk itu, terkait permasalahan toa, Rocky berpendapat Menag tak perlu ikut campur.
“Yang dipersoalkan kenapa sekarang 100 DB? bahwa keakraban beragama, ya betul itu urusan lingkungan saja, jadi RT-nya saja atur, tidak perlu Menteri Agama akhirnya,” lanjutnya.

Sebelumnya, Menag Yaqut menerbitkan Surat Edaran bernomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Suara di Masjid dan Musala. Dalam beleid yang diteken Menag Yaqut pada 18 Februari 2022, bertujuan meningkatkan ketentraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga.

Berikut aturan dalam SE Menag 05 Tahun 2022 terkait pedoman pemasangan dan penggunaan toa masjid:
1. Pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala;
2. Untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik;
3. Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel);
4. Dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button