Beberapa waktu lalu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membeberkan modus baru sejumlah kepala daerah agar meraup bonus dari pemerintah pusat.
Para oknum kepala daerah itu, nekat berbuat curang, melobi Badan Pusat Statistik (BPS) daerah untuk menurunkan angka inflasinya.
Dikatakan Tito, selama ini, Kemendagri tak segan memberikan sanksi kepada penjabat (pj) kepala daerah yang terbukti gagal mengendalikan inflasi. Sudah banyak pj kepala daerah yang dicopot.
Namun, untuk kepala daerah yang berhasil menekuk inflasi, kata Tito, Kemendagri tak segan memberikan apresiasi berbentuk penghargaan. Selain itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) siapkan insentif kepada daerah yang berhasil mengendalikan inflasi. Nominalnya berkisar Rp6 miliar hingga 10 miliar.
Sayangnya, menurut Tito, kebijakan yang bertujuan mulia ini, justru diselewengkan. Para kepala daerah justru berlomba-lomba menekan inflasi dengan berbagai cara. Termasuk itu tadi, melobi BPS di daerah untuk ‘menukangi’ angka inflasi agar tetap rendah.
“Modus barunya para kepala daerah ini datang langsung ke kantornya BPS kabupaten/kota masing-masing. Tolong dong bikin angkanya (angka inflasi) kami ini bagus,” beber Tito, dikutip dari Youtube BPS, Jakarta, Rabu (2/10/2024).
Modus kedua yang lazim dilakukan oknum kepala daerah mengakali angka inflasi, lanjut Tito, yakni dengan mengondisikan pasar yang biasa dijadikan rujukan petugas BPS di lapangan.
“Dan rekan-rekan harus hapal, pasti tahu, ngintipin BPS kalau mereka nggak bisa diajak kerja sama (memanipulasi angka), supaya bagus dia intip biasanya BPS ambil sampelnya dari pasar mana saja, betul saya sudah tahu modus-modus kepala daerah itu,” ungkap mantan Kapolri itu.
Bantahan BPS
Atas informasi ini, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti buru-buru membantahnya. Dia bilang, kerja-kerja mengolah dan merilis data dari BPS, tidak bisa diintervensi pihak manapun, termasuk kepala daerah. Sejauh ini, BPS memiliki metodologi pengumpulan dan pengolahan data berstandar internasional.
“BPS kan memiliki metodologi tertentu mengacu pada standar internasional dan BPS pastinya menjaga independensi pengolahan data maupun pengumpulan data yang secara independen tidak ada intervensi dari pihak lain,” ucap Amalia.
Terkait pengondisian harga di pasar yang dijadikan rujukan BPS di daerah, menurut Amalia, polanya mengacu kepada standar statistik internasional. Termasuk dalam menentukan tempat atau lokasi, responden, hingga waktu surveinya.
“Ini sekali lagi angka yang kami hasilkan di BPS ini tentunya dapat dipertanggungjawabkan independensinya, sehingga dapat kami sampaikan juga bps punya penjaminan kualitas,” tegas Amalia.
Terkait aksi pasar murah ‘dadakan’ di lokasi survei BPS, menurut Amalia, langkah tersebut merupakan upaya pemerintah daerah untuk mengendalikan harga supaya tidak melonjak.
“Jadi kalau ada pertanyaan pasar murah, tentu operasi pasar murah langkah kongkrit pemerintah untuk kendalikan inflasi di daerah. Tentu pembentukan harga di daerah yang menjadi tempat kita survei sangat dipengaruhi mekanisme pasar,” ucapnya.