Di tengah kasus gagal bayar yang mendera AJB Bumiputera 1912, muncul masalah baru dengan pihak serikat pekerja (SP). Manajemen Bumiputera melaporkan dugaan keterangan palsu dari anggota SP, Rizky Yudha Pratama ke Polres Jakarta Pusat.
Pakar ekonomi dan hukum, Hendrikus Hali Atagoran menegaskan, tindakan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik merupakan pelanggaran hukum pidana serius sebagaimana diatur dalam pasal 266 KUHP. “Ancaman pidananya cukup berat. Pelaku dapat diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun,” kata Hendrikus, Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Dia menekankan pentingnya proses penegakan hukum dalam kasus ini. Untuk itu, perlu pembuktian lebih lanjut dari aparatur penegak hukum (APH). “Jika terbukti ada pemalsuan atau penyampaian keterangan palsu dalam dokumen resmi yang dijadikan dasar putusan pengadilan, maka itu bukan hanya merugikan perusahaan, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap sistem hukum kita,” tambahnya.
Dia mengatakan, terkuaknya masalah ini, jelas membuat pemegang polis AJB Bmiputera semakin ketar-ketir. Sebab, dana perusahaan yang seharusnya digunakan untuk membayar pemegang polis, menjadi tertahan. Karena, proses eksekusi yang dipertanyakan legalitasnya.
Faisal Habibie, kuata hukum AJB Bumiputera 1912 sebagai pelapor meyakini aparat penegak hukum bisa bekerja secara profesional dalam membongkar dugaan pelanggaran ini. Di mana, permohonan eksekusi terhadap Akta PB 2023 yang diajukan perwakilan Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa, dan Asuransi (SP NIBA) AJB Bumiputera, diduga tidak sesuai ketentuan dalam akta tersebut.
Ia mengungkapkan, dari sekitar 1.300 pekerja yang mengajukan eksekusi, hanya 267 yang secara legal berhak menerima manfaat dalam bentuk sertifikat pertanggungan jiwa yang baru bisa dicairkan jika pekerja penerima telah meninggal dunia.
“Namun, dalam prosesnya, klaim ini diajukan lebih awal dan dikabulkan oleh pengadilan. Ini menyebabkan terganggunya kewajiban perusahaan untuk membayar klaim kepada pemegang polis lain yang seharusnya diprioritaskan,” ujar Faisal.
Ia menambahkan, manajemen telah mencoba mengklarifikasi hal ini kepada serikat pekerja, melalui dua surat resmi. Namun tidak mendapat tanggapan, sehingga manajemen AJB Buiputera merasa perlu untuk melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian.
Sementara itu, Rizky Yudha Pratama sebagai pihak terlapor, mengaku pernah dipanggil penyidik Polres Jakarta Pusat untuk memberikan keterangan pada 8 April 2025. “Benar saya dipanggil, dan memang saya dilaporkan oleh Faisal Habibie,” ungkap Rizky.
Ia menjelaskan, perkara ini berkaitan dengan akta otentik permohonan eksekusi dan perjanjian bersama yang telah menjadi bagian dari kesepakatan internal, antara serikat pekerja dengan manajemen perusahaan. “Saya dianggap mengaburkan angka,” kata Rizky.
Dalam perkara ini, Rizky mengaku telah menunjuk kuasa hukum untuk mendampingi proses ini, dan berharap agar perkara ini dapat diproses secara perdata, bukan pidana. “Saya sudah di-PHK, gaji pun tidak saya terima sejak Maret. Tapi saya tetap dilaporkan. Harapan saya, proses ini dihentikan dan diselesaikan secara adil,” ujarnya.