Bakal Kirim 600 Ribu Pekerja ke Arab Saudi, Migrant Care Sedih PMI Dijadikan Sapi Perah


Koordinator Migrant Care, Muhammad Santosa menilai semangat pemerintah yang akan mengirim 600 ribu pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi, hanya demi mengejar remitensi semata.

“Ini pemerintah hanya menjadikan PMI itu adalah sapi perah. Kenapa? Karena pemerintah sendiri itu ingin remitensi atau kiriman uang dari luar negeri dari PMI itu naik, dengan dibukanya pengiriman pekerja ke luar negeri,” ucap Santosa kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (15/3/2025) malam.

Padahal, kata dia, jika pemerintah benar-benar mencabut moratorium kerja sama bilateral penempatan pekerja dengan Arab Saudi, maka perlu dipersiapkan segala sesuatunya secara matang.

“Seperti perusahaan atau pengiriman mana saja yang terlibat, peningkatan skill atau kemampuan, baik kemampuan bahasa dan lain sebagainya harus juga diperbaiki, dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah perlindungan hukumnya,” tuturnya.

Ia menegaskan berdasarkan catatan Migrant Care, banyak PMI di Arab Saudi yang terkena hukuman, mulai dari hukuman penjara hingga hukuman gantung.

Belum lagi, kata Santosa, banyak warga negara Indonesia (WNI) yang justru tinggal lama dan ditampung di Kedutaan Besar RI (KBRI) di Arab Saudi, yang harus mencari sumber kehidupannya secara mandiri.

“Artinya ini pemerintah harus lebih serius lagi menangani PMI, bukan hanya mau remitensinya saja,” tegasnya.

Santosa curiga pembukaan moratorium ini terjadi, juga karena pemerintah tidak mampu untuk menciptakan lapangan pekerjaan di dalam negeri. Selain itu, terkait sistem perlindungan tenaga kerja di Arab Saudi yang diklaim telah mengalami perbaikan signifikan, dengan iming-iming PMI nantinya akan mendapat jaminan gaji minimal di angka 1.500 (Riyal Saudi), serta berbagai perlindungan kesehatan, jiwa, hingga ketenagakerjaan, tentu sudah barang jelas hal ini membuat pemerintah tergiur.

“1.500 Riyal Arab Saudi jelas pemerintah tergiur, kenapa? Karena asumsinya itu sekitar Rp6 juta atau Rp6,5 juta. Nah ini kan ketika membuka lapangan pekerjaan (di Indonesia) dengan gaji segini belum ada, UMR Jakarta saja baru menyentuh angka Rp5,5 juta,” ungkap Santosa.

Tak heran bila PMI, ucap dia, hanya dijadikan sapi perah semata. Terlebih hak-hak PMI seakan terabaikan begitu saja oleh pemerintah.

“Ini baru satu orang dalam satu bulan, coba bayangkan kalau 600 ribu orang kali sekian bulan, ini kan remitensinya bagi negara sangat banyak sekali,” sambungnya.