News

Bank Dunia Didesak Jangan Intervensi Sri Mulyani di Skandal Rp300 Triliun

Bank Dunia didesak untuk tidak lagi melakukan intervensi atas proses hukum Indonesia. Cukup sekali dalam kasus Bank Century alias Century Gate pada 2010 yang melibatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat itu. Jangan lagi-lagi!

Desakan tersebut datang dari Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS). Saat ini, Sri Mulyani sedang menghadapi mega skandal korupsi kolektif di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), khususnya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Nilainya sangat luar biasa besarnya. Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada indikasi pencucian uang hingga mencapai Rp300 triliun di lingkungan Kemenkeu.

“Untuk itu, rakyat Indonesia menuntut keras kepada Bank Dunia dan institusi internasional lainnya untuk tidak lagi melakukan intervensi proses hukum di Indonesia, seperti yang sudah terjadi sebelumnya pada 2010,” kata Anthony di Jakarta, Minggu (12/3/2023).

Menurut ekonomi senior itu, rakyat menuntut proses hukum mega skandal korupsi kolektif di Kemenkeu wajib diusut tuntas. Skandal ini dinilai berdampak sangat buruk bagi rakyat Indonesia.

“Salah satunya membuat rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) turun, membuat utang pemerintah naik drastis dan membuat pemerintah tidak berdaya memberantas kemiskinan,” ucapnya.

Pada 2010, Sri Mulyani sempat dua kali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan penyimpangan pengucuran dana talangan alias bailout senilai Rp6,7 triliun kepada Bank Century, masing-masing pada 29 April dan 4 Mei 2010.

Ketika itu, Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan sekaligus juga Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK).

Satu hari setelah diperiksa KPK, Sri Mulyani menyampaikan pengunduran diri sebagai Menteri Keuangan pada 5 Mei 2010. Alasannya, ia mendapat tawaran dari Bank Dunia sebagai direktur pelaksana.

Proses penunjukan Sri Mulyani dinilai Anthony sangat aneh dan tidak lazim. Sri Mulyani mengaku tidak pernah melamar ke Bank Dunia untuk posisi apapun.

“Tetapi, tidak ada angin dan tidak ada hujan, Bank Dunia mengumumkan penunjukan Sri Mulyani sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia,” ucapnya.

Pengumuman itu dilakukan Bank Dunia melalui siaran pers yang dipublikasi di Washington, Amerika Serikat, pada 4 Mei 2010 atau 5 Mei 2010 waktu Jakarta. Ini satu hari setelah diperiksa KPK untuk kedua kalinya.

Penunjukan Bank Dunia tesebut, dinilai Anthony, sangat melecehkan rakyat Indonesia. Sebab, Bank Dunia secara sepihak menunjuk, artinya ‘membajak’ Menteri Keuangan yang masih aktif, dari sebuah negara berkembang anggota Bank Dunia, yang sedang menghadapi proses hukum di KPK.

Sri Mulyani didapuk Bank Dunia menjadi direktur pelaksana yang akan berkantor di Amerika Serikat. “Terlepas apakah yang bersangkutan, atau Presiden RI, memberi persetujuan atau tidak,” timpal Anthony.

Penunjukan Sri Mulyani sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, sambung dia, patut diduga keras bersifat politis dan sekaligus telah melakukan intervensi hukum Indonesia.

Dia menegaskan, alasan penunjukan Sri Mulyani karena berprestasi justru lebih melecehkan rakyat Indonesia. “Kalau Sri Mulyani memang berprestasi, seharusnya Bank Dunia membiarkan Sri Mulyani menyelesaikan tugasnya sebagai Menteri Keuangan sebaik-baiknya. Bukan malah membajak,” tukasnya.

Sebab, salah satu tujuan Bank Dunia adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat di seluruh dunia, khususnya negara-negara berkembang.

“Sepengetahuan saya, mohon Bank Dunia berkenan memberi klarifikasi, Bank Dunia selama ini tidak pernah menawari atau mempekerjakan Menteri Keuangan yang masih aktif. Bank Dunia tidak pernah membajak Menteri Keuangan dari negara lain. Kasus penunjukan Sri Mulyani sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia merupakan kejadian satu-satunya,” papar Anthony.

Bank Dunia bahkan menurutnya, harus menolak seandainya Sri Mulyani mengajukan lamaran untuk bekerja di lembaga keuangan dunia itu, sampai permasalahan hukum yang bersangkutan selesai.

“Hal ini menunjukkan Bank Dunia tidak profesional, dan rakyat Indonesia mempertanyakan standar etika dan moral pimpinan Bank Dunia ketika itu, Robert Zoellick. Bagaimana Bank Dunia bisa menunjuk seorang Direktur Pelaksana yang sedang diperiksa lembaga antikorupsi, KPK?” timpal Anthony kembali mempertanyakan.

Sri Mulyani ketika itu merupakan ketua KKSK yang mempunyai kekuasaan memberikan dana talangan kepada Bank Century. “Kepergiannya meninggalkan Indonesia akan membuat sulit pemeriksaan selanjutnya, dan ini akhirnya terbukti,” ucapnya.

“Hal ini menguatkan dugaan bahwa penunjukan Sri Mulyani sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia bersifat politis dan sekaligus melakukan intervensi terhadap proses hukum di Indonesia.”

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button