Market

Bank Dunia Rekomendasikan Hapus Pembebasan PPN, Sri Mulyani: Tunggu Dulu

Bank Dunia merekomendasikan agar pemerintah Indonesia menghapus pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN). Agar penerimaan negara bisa maksimalis tapi rakyat menangis.

Terkait rekomendasi tersebut, Staf Ahli Menkeu bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal menyebutnya bukan barang baru. Sudah pernah disampaikan Bank Dunia di masa lalu. Bahkan sudah dibahas saat merumuskan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). “Dan waktu sudah ada dinamika berbagai jenis barang dan jasa harus kita bebaskan, PPN harus kita kenakan. Diskusi dari Bank Dunia termasuk diantaranya,” kata Yon dalam diskusi media, Jakarta, Kamis (11/5/2023).

Dalam pembahasan itu, Yon bilang, pemerintah perlu memperhatikan konteks selain ‘menggemukkan’ pundi-pundi negara saja. Perumusan kebijakan pajak, perlu juga dipertimbangkan aspek lain, seperti kebeperpihakan serta penerapan di negara lain.

Menurutnya, sejumlah negara lain juga menerapkan pembebasan PPN terhadap berbagai barang dan jasa, seperti pendidikan dan kesehatan. Pembebasan pungutan pajak diberikan karena kedua jasa tersebut bersifat layanan dasar. “Artinya ada pertimbangan-pertimbangan lain, tidak semata-mata masalah technocratic,” ujarnya.

Yon mengaku betul bahwa PPN berkontribusi besar terhadap penerimaan negara. Terefleksikan dari kontribusi PPN yang mencapai 50 persen dari total pendapatan negara per tahun. Akan tetapi, perumusan terkait kebijakan perpajakan perlu mempertimbangkan berbagai aspek, bukan hanya mendongkrak pendapatan negara. “Jadi tidak semata-mata masalah technocratic plan ada framework yang menjadi pertimbangan,” ucap Yon.

Bank Dunia merekomendasikan kepada pemerintah untuk menghapus pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) guna mendongkrak pendapatan negara. Rekomendasi ini disampaikan dalam laporan Pathways Towards Economic Security Indonesia Poverty Assessment.

Dalam laporan itu disebutkan, cara praktis untuk mendongkrak penerimaan negara melalui PPN adalah dengan menghilangkan pengecualian dan tarif pilihan atas pajak untuk berbagai barang dan jasa. Karena barang dan jasa yang dibebaskan PPN dengan asas keadilan bagi orang miskin, juga dinikmati oleh orang kaya.

Sejatinya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani setuju dengan rekomendasi Bank Dunia soal penghapusan pembebasan PPN. Namun tidak semuanya. Misalnya, PPN pendidikan, Sri Mulyani setuju untuk diberlakukan. “Penting untuk menciptakan ruang fiskal, meningkatkan pendapatan dan menjaga belanja. Tetapi membuat ruang politik, itu lebih penting. Agar kebijakan dapat sukses,” papar Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (9/5/2023).

Bank Dunia mendorong Sri Mulyani untuk mengambil risiko politik untuk menambah penerimaan negara. Pasalnya, pemerintah kehilangan sekitar 30 persen dari total potensi penerimaan PPN, atau value added tax (VAT) yang setara 0,7 persen produk domestik bruto (PDB). Dampak dari banyaknya sektor yang dibebaskan dari PPN.

Mau tahu nilainya berapa? Yang jelas cukup besar. Bahkan cukup untuk mendanai seluruh anggaran bantuan sosial (bansos) pada 2019 yang hampir mencapai Rp400 triliun.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button