Hangout

Inilah Hukum Memukul Anak Menurut Negara dan Agama

Sosial media dihebohkan kembali dengan video viral seorang dokter yang memukul anak balita. Diketahui dokter arogan tersebut bernama Makmur yang menjabat sebagai Wakil Direktur Rumah Sakit Umum (RSU) Bahagia Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Aksinya terekam melalui kamera CCTV dan tersebar di media sosial. Dalam rekaman video tersebut, terlihat dokter Makmur memukul anak kecil di warung kopi di Makassar setelah anak itu merusak bidak catur yang dimainkan. 

Setelahnya, pihak RSU Bahagia Makassar memberhentikan secara tidak hormat dokter Makmur. Hal tersebut dilakukan karena dianggap melanggar aturan internal dari pihak RSU dan sebuah ketentuan dari pihak rumah sakit.

Jika ada karyawan atau pejabat direksi tersandung masalah hukum, maka ia wajib diberhentikan.

Pihak RSU juga menjelaskan sikap dokter Makmur tidak ada kaitannya dengan kasus yang menyandung dokter Makmur tersebut. 

Meski sudah diberhentikan, namun dokter Makmur juga bisa terjerat hukum pidana. Lantas, apa sanksi atau hukum memukul anak? Berikut penjelasan hukum memukul anak menurut negara dan agama Islam.

Ilustrasi: Hukum Memukul Anak
Ilustrasi: Hukum Memukul Anak/ Foto: Gettyimages

Adapun beberapa Pasal yang dapat menjerat tindak kekerasan pada anak. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 

Kemudian, dikutip dari laman resmi Menpan.go.id, kekerasan anak menurut Pasal 1 angka 15 a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak (UU No.35/2014), sebagai berikut: 

“Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaraan, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.”

Adapun hukum yang menjerat bagi tindak pelaku kekerasan terhadap anak, yakni dapat dijerat Pasal 80 (1) jo.  Pasal 76 c UU 35 Tahun 2014 tentang perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.

Kemudian Pasal 76 c UU No. 35 Tahun 2014: “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.”

Pasal 80 (1) UU No. 35 Tahun 2014: “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) Tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).”

Selain itu, apabila mengakibatkan luka berat maka pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

Tindak kekerasan anak juga diatur dalam  Pasal 80 (2) UU No. 35 Tahun 2014: “Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”

Hukum Memukul Anak dari Kacamata Agama Islam 

Ilustrasi: Hukum Memukul Anak
Ilustrasi: Hukum Memukul Anak/ Foto: Gettyimages

Sementara itu, perlakuan memukul anak dari segi agama Islam tidak dibenarkan. Batas wajar yang dimaksud adalah hukuman fisik merupakan jalan atau langkah terakhir ketika seorang anak sudah melampaui batas. 

Al-Izz bin Abdissalam rahimahullah menjelaskan:

وَمَهْمَا حَصَل التَّأْدِيبُ

بِالأَْخَفِّ مِنَ الأَْفْعَال وَالأَْقْوَال، لَمْ يُعْدَل إِلَى الأَْغْلَظِ، إِذْ هُوَ مَفْسَدَةٌ لاَ فَائِدَ فِيهِ، لِحُصُول الْغَرَضِ بِمَا دُوْنَهُ

“Ketika pengajaran kepada anak sudah tercapai dengan cara-cara yang ringan baik berupa perkataan maupun perbuatan, maka tidak boleh beralih kepada cara yang keras

Karena itu akan memberikan kerusakan yang tidak ada faedahnya. Karena dengan cara-cara yang ringan pun sudah tercapai tujuannya tanpa cara yang keras.” (Qawa’idul Ahkam, 2/75)

Maka jika anak enggan shalat, tidak boleh langsung dipukul. Melainkan lebih dahulu diajak dengan lemah lembut, persuasif, dan kata-kata yang baik. Pukulan adalah alternatif yang paling terakhir. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya kelembutan itu tidak ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya. Dan tidak dicabut dari sesuatu kecuali akan memperburuknya.” (HR. Abu Daud no.4808, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Abu Daud)

Namun sebenarnya diperbolehkan menghukum anak dengan cara memukul dalam batas wajar. Al-Izz bin Abdissalam juga menjelaskan:

“Sesungguhnya dibolehkannya memukul anak adalah sebagai sarana pengajaran. Jika pengajaran tidak tercapai dengan cara pukulan, maka gugurlah kebolehan untuk memukul karena sarana itu gugur jika tujuannya gugur.” (Qawa’idul Ahkam, 1/102).

Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button