Kanal

Optimalkan Pemanfaatan DBHCHT di Bidang Penegakan Hukum, Bea Cukai Berkoordinasi dengan Satpol PP

Pungutan cukai yang dikenakan terhadap beberapa objek seperti rokok ataupun hasil tembakau lainnya tidak hanya menjadi sumber penerimaan negara, tetapi juga untuk didistribusikan kembali ke masyarakat, salah satunya melalui mekanisme Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).

Dana transfer dari pemerintah pusat ini dialokasikan ke pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, yang merupakan penghasil cukai hasil tembakau dan/atau penghasil tembakau.

DBHCHT digunakan untuk pemberantasan barang kena cukai ilegal, mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, dan sosialisasi ketentuan di bidang cukai.

Contoh pemanfaatan DBHCHT ialah pemberian bantuan langsung tunai (BLT) kepada 3.000 ribu orang buruh dari 49 pabrik rokok yang tersebar di wilayah Tanggul Agin, Sidoarjo.

Dalam upaya meningkatkan pemahaman pemerintah daerah akan penegakan hukum terhadap barang kena cukai (BKC) ilegal dan penerapannya di lapangan, kantor-kantor pelayanan Bea Cukai di berbagai daerah berkoordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk membahas penggunaan prioritas dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT) yang telah tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-215/PMK.07/2021.

Kantor-kantor Bea Cukai tersebut di antaranya Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel), Bea Cukai Sidoarjo, Bea Cukai Gresik, Bea Cukai Bogor, Bea Cukai Pantoloan, Bea Cukai Bekasi, dan Bea Cukai Batam.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan, Hatta Wardhana, pada Senin (6/6/2022) mengatakan berdasarkan Pasal 11 ayat (1) PMK-215/PMK.07/2021, pagu alokasi untuk bidang penegakan hukum adalah sebesar 10 persen dari DBH CHT ditambah sisa DBHCHT. yang terdiri dari program pembinaan industri, program sosialisasi ketentuan di bidang cukai, serta program pemberantasan BKC ilegal.

Adapun contoh kegiatan dalam bidang penegakan hukum, antara lain kegiatan pembangunan, pengelolaaan, dan pengembangan kawasan industri tertentu hasil tembakau, program sosialisasi ketentuan di bidang cukai, program pemberantasan BKC ilegal, penyediaan atau pemeliharaan sarana dan atau prasarana pendukung kegiatan pemberantasan BKC ilegal.

Pembentukan satuan tugas kewilayahan pemberantasan BKC ilegal, yang terdiri dari unsur pemerintah daerah (pemda), Bea Cukai, dan aparat penegak hukum, hingga pendanaan kegiatan operasi bersama diutamakan untuk mendukung operasional kegiatan yang dilakukan oleh pemda bersama dengan instansi terkait yang mendukung tugas dan fungsi Bea Cukai.

“Dukungan DBHCHT dalam pelaksanaan program-program pemda, khususnya Satpol PP sangat krusial. Namun demikian, diperlukan tambahan kompetensi anggota Satpol PP dalam melaksanakan rangkaian penindakan barang kena cukai (BKC) ilegal, seperti pelaksanaan surveillance, pengumpulan informasi, dan sebagainya. Selain itu, diperlukan sosialisasi terkait identifikasi pita cukai palsu yang bermanfaat dalam kegiatan pengumpulan informasi. Sinergi Bea Cukai dan Satpol PP ini diharapkan dapat terus berjalan dengan baik agar penegakan hukum di lapangan terlaksana dengan optimal sehingga dapat mengamankan penerimaan negara di bidang cukai dan melindungi masyarakat dari paparan rokok ilegal,” jelasnya, Jakarta, Senin, (6/6/2022).

Dalam berbagai pertemuan antara Bea Cukai dan Satpol PP dibahas secara detil distribusi dan alokasi DBHCHT, optimalisasi dana khususnya terkait penegakan hukum, hingga perencanaan kegiatan bidang penegakan hukum yang bersumber dari DBHCHT untuk menghasilkan output dan outcome terbaik.

“Kepada Satpol PP, kami juga menyampaikan materi SE-4/BC/2022 tentang Pedoman Kepala Kantor Bea dan Cukai untuk Melakukakan Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah dalam Penggunaan DBHCHT di Bidang Penegakan Hukum. Hal ini dilakukan agar setiap program yang telah direncanakan dapat berjalan dengan baik sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku sehingga DBHCHT dapat terserap dengan optimal dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,” tambah Hatta.

Seperti diketahui, peredaran rokok ilegal merugikan perekonomian negara karena dapat menyebabkan persaingan yang tidak sehat serta mengganggu keberlangsungan industri hasil tembakau yang legal. Selain itu, peredaran rokok ilegal berimbas pada kesejahteraan masyarakat.

Pengaruh peredaran rokok ilegal terhadap berkurangnya penerimaan cukai hasil tembakau, pada akhirnya juga berimbas pada penerimaan DBHCHT di tiap daerah penghasil tembakau.

Padahal, menurut Hatta DBHCHT memiliki peranan penting dalam menopang beberapa sektor penting di daerah, seperti pembiayaan kesehatan, penegakan hukum, hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Koordinasi Bea Cukai dengan pemerintah daerah diharapkan dapat memperjelas penggunaan DBHCHT, khususnya di bidang penegakan hukum, dan meningkatkan peran Satpol PP di berbagai daerah dalam penegakan hukum sehingga peredaran rokok ilegal di Indonesia dapat diberantas bersama,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Mia Umi Kartikawati

Redaktur, traveller, penikmat senja, musik, film, a jurnalist, content creator enthusiast, food lovers, a mom who really love kids. Terus belajar untuk berbagi dan bersyukur dalam jalani hidup agar bisa mendapat berkah.
Back to top button