BantenKanal

Adu Narasi di Papan Suara, Bising Survei Buat Banteng Meradang

Presiden ke-16 amerika serikat Abraham Lincon pernah memberi nasihat seperti ini. “Beri aku enam jam untuk menebang pohon, dan aku akan menghabiskan empat jam pertama untuk mengasah kapak,”. Nasihat ini diberikan Abraham agar menjadi pengingat bahwa matangkan dulu rencana baru kemudian bertindak, termasuk soal urusan politik. “Usaha dan keberanian tidak cukup tanpa tujuan dan arah perencanaan” begitu pula kata John F. Kennedy, Presiden ke-35 amerika.

Nasihat itu pula yang kemudian kiranya tepat diberikan akan strategi partai koalisi Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Entah dengan keputusan matang maupun tidak, nyatanya strategi mereka untuk mengikis suara pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka tidak tepat. Strategi dengan cara membangun narasi negatif kepada orang tua Gibran, yakni Presiden Joko Widodo, di mata lembaga survei menjadi sebuah tuah negatif yang harus dihadapi.

Mungkin anda suka

Hasil survei dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyatakan itu. Strategi partai berlambang banteng dengan cara menghantam itu, malah membuat angka di papan suara merosot hingga 7,5 persen. Di Oktober elektabilitas Ganjar berada di angka 39,4 persen, namun memasuki bulan November turun menjadi 31,9 persen.

“Kubu Ganjar agaknya tak menyadari. Mayoritas pemilih Ganjar itu adalah mereka yang menyukai dan mengidolakan Jokowi. Dengan kubu Ganjar dan PDIP, juga simpatisannya menyerang Jokowi, justru membuat pendukung Jokowi di Ganjar-Mahfud pergi dan pindah mendukung pasangan capres-cawapres lain,” ujar Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, ketika memapaparkan rilis survei LSI Denny JA, bertajuk ‘90 Hari Menuju Pilpres: Yang Meroket dan Yang Terjungkal’, dipantau Inilah.com, Senin (20/11/2023).

Lebih tragis, sebab akibat ulahnya itu kini mereka menjadi pasangan capres paling buncit setelah AMIN (Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar) pelan tapi pasti berhasil menyalip.

“Dalam simulasi, pemilih Ganjar-Mahfud kita crosstab kepada Prabowo-Gibran dan Anies-Muhaimin. Hasilnya adalah terdapat 40,2 persen pemilih Ganjar yang memilih Anies-Muhaimin,” kata Adjie.

Tak berbeda jauh, survei Indonesia Political Opinion (IPO) juga membuahkan hasil yang sama. Melalui setting pengambilan sample menggunakan teknik multistage random sampling (MRS), atau pengambilan sample bertingkat. Hasil survei menunjukan Prabowo-Gibran mendapat 37,5 persen, Anies Baswedan 32,7 persen, sementara Ganjar Pranowo 28,3 persen.

Pun saat dikategorikan secara head to head. Anies meraih 50,5 persen dan Ganjar 41,7 persen. Sementara saat dihadapkan dengan capres nomor urut dua, Prabowo Subianto, Anies mendapatan angka 46,0 persen dan Prabowo 52,1 persen.

post-cover
Tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden memegang nomor urut peserta Pemilu 2024 di Kantor KPU RI Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Selasa (14/11/2023). (Foto: Inilah.com/Agus Priatna)

Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah saat menyampaikan hasil survei memberi pesan, bahwa pemilih Ganjar masuk kategori tidak solid.

“Pemilih Anies jauh lebih mapan dan stabil dibandingkan pemilihnya Ganjar,” ujar Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah ketika memaparkan hasil survei, Senin (20/11/2023).

Banteng meradang, singkap tabir gelap lembaga survei

Ketua DPP Puan Maharani menyadari itu. Puteri Ketua Umum Megawati Soekarnoputri itu sadar betul strategi yang selama ini mereka bangun salah. Puan mengaku bahwa kritikan-kritikan yang kerap kali dilontarkan oleh kubunya akan dievalusi kembali sehingga tidak menjadi bumerang seperti saat ini.

“Itu akan menjadi evaluasi bagi kami dan tantangan untuk bisa ke depannya memperbaiki hal-hal yang membuat posisi dari calon presiden mas Ganjar dan pak Mahfud,” kata Puan ketika menanggapi hasil survei merosotnya elektabilitas Ganjar, belum lama ini.

Sayangnya, sikap berbeda ditunjukan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Alih-alih mengkoreksi, Hasto lebih memilih untuk mempersoalkan. Menurut Hasto, lembaga-lembaga survei yang banyak merilis hasil elektabilitas pasangan capres dan cawapres dapat diintervensi, bahkan dibeli.

Hasto lantas mengkaitkannya dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), soal syarat capres-cawapres. Menurut Hasto, jika putusan lembaga tinggi saja bisa diintervensi, apalagi hasil survei.

“Caranya mudah, di lokasi mana sampel akan diambil, lalu dibagi sembako dan beras, kan itu sudah ada beras bergambar Pak Prabowo dan Mas Gibran,” kata Hasto, melalui keterangan resmi.

Hasto berpendapat bahwa survei saat ini yang mendiskriditkan Ganjar hanyalah strategi pemenangan dari koalisi capres lain. “Survei sengaja digunakan sebagai bandwagon effect,” kata Hasto.

Bandwagon effect yang disebutkan Hasto adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena psikologi dimana seseorang cenderung mengikuti tren, gaya, sikap, dan lain sebagainya, karena melihat banyak orang turut melakukan hal yang sama. Singkatnya, bandwagon effect adalah fenomena ikut-ikutan.

Hasto pun seolah ingin membuka tabir gelap lembaga survei. Bahwa kemudian lembaga-lembaga ini dapat diatur untuk ‘menyenangkan’ mereka yang memesannya.

Hal yang kemudian juga diungkapkan Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati.

Fakta lembaga survei menjadi ruang gelap dalam pemilu, menurut Neni, didasari karena kontroversi elektabilitas dan popularitas menjadi permasalahan yang sudah akut menjelang pemilu. Bandwagon effect seperti yang disampaikan Hasto, menurut Neni, membuat beberapa lembaga survei memanipulasi hasil.

“Beberapa lembaga survei banyak tidak melakukan riset. Baik itu opini publik, juga misalnya bagaimana bisa mempengaruhi media ruang dan pergerakan massa, yang tentu terdapat manipulasi dan kebohongan publik,” kata Nani, dalam sebuah diskusi, Sabtu (25/11/2023).

Nani lantas menyoroti bagaimana lembaga survei tak mau transparan soal pendanaan. Hasil pemantauannya di Pemilu 2014 dan 2019 menunjukan ketidakseriusan itu.

“Ketika saya melakukan pemantauan di pemilu 2014 atau 2019 kemarin terakhir ternyata memang lembaga survei tidak serius terhadap laporan ke komisi pemilihan umum bagaimana metodologinya, dari mana sumber dana dan lain sebagainya ini tidak transparan dan akuntabel sehingga menjadi tanda tanya publik ada apa dibalik lembaga survei?” kata dia.

post-cover
Ilustrasi Survei. (Foto:Antara)

Hal tersebutlah yang kemudian mengundang kecurigaan bahwa lembaga survei bekerja untuk kemenangan kandidat tertentu. Menjadi prostitusi demokrasi bentuk kekhawatiran Nani akan kerja-kerja lembaga survei saat ini.

Lembaga Survei bukan Buzzer

Jika memang demikian, bagaimana jika hasil lembaga survei menguntungkan pasangan Ganjar-Mahfud, akankah Hasto mengungkapkan demikian?.

“Apakah Mas Hasto bayar kepada seluruh lembaga survei itu? Kan tidak juga begitu tentunya kan,” ujar Wasekjen Partai Bulan Bintang (PBB) sekaligus Jubir TKN Prabowo-Gibran, Solihin Pure, ketika berbincang dengan inilah.com, belum lama ini.

Solihin Pure pun menyinggung soal raihan moncer partai banteng moncong putih di sejumlah hasil survei, dimana senantiasa menduduki puncak mengalahkan elektabilitas partai-partai politik lainnya.

“Kalau memenangkan calon lain ya maka lembaga surveinya dituding yang aneh-aneh, kan lucu,” kata dia.

Hal yang juga disampaikan Sekjen Partai Gelora, Mahfudz Siddiq. Ia menilai menilai jika ada sejumlah lembaga survei menemukan tren yang sama, secara logika maka hasilnya tidak mungkin direkayasa karena dibeli atau adanya ‘pesanan’.

“Justru kalau ada satu lembaga survei yang hasilnya beda mencolok, perlu dipertanyakan metodologi atau validitas hasil surveinya,” ujar Mahfudz ketika berbincang dengan inilah.com.

Pernyataan sama yang juga kemudian menjadi bantahan dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA. Hanggoro Doso Pamungkas, salah satu peneliti di LSI Denny JA kepada inilah.com mengatakan hasil survei yang didapat lembaganya tidak berbeda jauh dengan lembaga survei lain

“Jika kita lihat lembaga-lembaga survei mainstream, urutan datanya (tentang merosotnya suara Ganjar) kurang lebih sama,” ujar Hanggoro, seraya menegaskan bahwa lembaga survei tempat ia bernaung sudah tercatat sebagai lembaga yang kredibel, dan berpengalaman sejak Pilpres 2004.

Pun LSI, dikatakan Hanggoro, sudah kenyang pengalaman dengan tuduhan-tudahan seperti yang disampaikan Hasto. Yang paling ekstrim, sempat pula disomasi partai NasDem Sumatera Utara dan juga dilaporkan ke Bareskrim, lantaran hasil survei tidak membuat senang peserta konstestasi pemilu.

LSI sambung dia, telah melakukan survei dengan metodologi yang sudah puluhan, bahkan ratusan dilakukan, dan hasilnya menunjukan akurasi tinggi. Pun misal pada kenyataanya Ganjar ungul dalam survei, LSI akan terang-terangan menyampaikan itu. Data yang disampaikan saat ini, sambung dia, bersifat dinamis dimana bisa saja berubah saat pemilihan nanti.

“Makanya kalau dalam rilis itu, selalu disampaikan jika pemilu hari ini. Catatannya itu adalah jika pemilu hari ini maka siapa yang unggul. Bukan jika pemilu Februari nanti,” kata Hanggoro.

Sedangkan soal pendanaan survei, Hanggoro mengatakan bahwa khusus untuk survei Pilpres, LSI merogoh kocek dari kantong sendiri dengan dana CSR pribadi.

“Kita kan konsumen politik ya, yang kita tanganin misalkan calon kepala daerah. Kemudian mereka yang request survei partai politik, maupun pemerintah-pemerintah daerah yang request untuk diuji kebijakan publiknya kan juga kita lakukan.  Nah dari keuntungan itulah kita akhirnya punya CSR yang kita gunakan untuk melakukan survei nasional ini,” kata Hanggoro.

Tak berbeda jauh, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurniansyah juga menyatakan hal yang sama. “Tentu karena basis kami adalah peneliti, bukan tim sukses, bukan buzzer, ya tentu kami tidak bisa kemudian mengakomodir keinginan (manipulasi data survei) itu,” kata Dedi kepada inilah.com.

Sementara tuduhan tidak transparan dalam hal pendanaan, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurniansyah, menyebut itu dilakukan semata untuk menjaga kualitas hasil survey tetap terjaga.

“Memang ada hal-hal yang tidak ditampilkan atau yang tidak disampaikan kepada publik bukan karena kami menolak transparansi, tapi hanya menjalankan sesuai koridor metodologis supaya kualitas survei terjaga,” ujar Dedi. 

“Jadi kalau DEEP mengatakan, harus ada audit dan berkaitan siapa itu donatur, bagaimana metodologi dan segala macamnya itu saya kira bukan koridor transparansi. Justru bisa merusak kualitas survei itu sendiri,” kata Dedi.

(Nebby/Diana/Clara/Rizki)

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button