Kanal

Beasiswa LPDP dan Fenomena Brain Drain, Rumput Negeri Orang Lebih Hijau

Ratusan alumni penerima beasiswa di luar negeri enggan kembali ke Tanah Air. Artinya lulusan luar negeri itu lebih memilih bekerja atau berkarir di negeri orang. Ini merupakan fenomena brain drain yang memang tengah menggejala tidak hanya di Indonesia.

Seperti diketahui, Lembaga Dana Pengelola Pendidikan (LPDP) RI mengungkapkan ratusan alumni awardee LPDP Luar Negeri (LN) belum pulang ke Indonesia selepas masa studinya selesai. Dari 35.536 awardee terdapat 413 awardee yang bermasalah dan tidak kembali. Padahal, keharusan kembali ke Indonesia telah diatur dalam pedoman umum calon awardee.

Menteri Keuangan Sri Mulyani telah berulang kali mengingatkan para penerima beasiswa LPDP yang mengemban pendidikan di luar negeri untuk kembali ke Indonesia.

Direktur Utama LPDP Andin Hadiyanto mengingatkan bahwa terdapat sanksi bagi penerima beasiswa yang enggan pulang ke Tanah Air untuk melakukan pengabdian sesuai aturan LPDP. “Kontrak pengabdian 2N+1 bekerja secara berturut-turut selama dua kali masa studi ditambah satu tahun. Kalau tidak melayani, sanksinya adalah pengembalian dana pendidikan, pemblokiran dari program LPDP di masa depan, dan publikasi di kanal resmi LPDP,” tulisnya dalam keterangan yang beredar.

Seperti diketahui bahwa biaya pendidikan melalui beasiswa LPDP berasal dari masyarakat Indonesia, melalui pajak, bea masuk, dan pendapatan negara lainnya. Maka, penerima beasiswa LPDP harus memiliki komitmen moral dan pengabdian yang kuat, karena pendidikan yang dibiayai oleh negara.

Hingga 1 Januari 2023, dana abadi pendidikan atau endowment fund mencapai Rp119 triliun. Sejak LPDP berdiri pada 2013 hingga saat ini telah ada 35.536 orang penerima beasiswa yang terdiri dari 17.979 kategori umum, 16.637 kategori afirmasi dan target, serta terdapat 1.891 proyek penelitian yang didanai oleh LPDP.

Untuk 2023, Kemenkeu bahkan menambah kuota penerima beasiswa menjadi 7.000 orang, atau bertambah 1.336 orang dari realisasi 2022 sebanyak 5.664 orang. Kementerian Keuangan melalui LPDP memperluas program beasiswa LPDP dengan menambah jumlah beasiswa penerima, serta adanya beasiswa baru untuk dokter spesialis dan profesi lainnya, serta beasiswa untuk program vokasi.

Meski diwajibkan mengabdi, terdapat jenis-jenis pekerjaan yang diperbolehkan berada di luar negeri selama masa pengabdian 2n+1, yaitu PNS yang ditugaskan di luar negeri, pegawai BUMN yang ditugaskan di luar negeri, pegawai swasta yang ditugaskan di luar negeri, lembaga pemerintahan lainnya yang ditugaskan di luar negeri, serta lembaga internasional seperti PBB, Bank Dunia, ADB, IDB, dan IMF.

Fenomena lumrah di dunia

Brain drain adalah istilah yang merujuk pada fenomena di mana individu yang terampil atau terlatih meninggalkan negara asal mereka untuk bekerja di luar negeri atau di tempat lain yang menawarkan kondisi lebih baik, seperti gaji lebih tinggi, kesempatan karir lebih baik, atau kondisi hidup lebih baik secara keseluruhan.

Brain drain dapat terjadi pada berbagai tingkatan, termasuk pada level individu, organisasi, dan bahkan pada level nasional. Brain drain dapat berdampak negatif bagi negara asal individu atau organisasi yang kehilangan sumber daya terampil atau terlatih tersebut, karena mereka akan kehilangan keahlian dan kontribusi yang berharga. Namun, di sisi lain, negara atau tempat kerja yang menerima brain drain dapat mengambil keuntungan dari sumber daya yang terlatih dan terampil ini.

Fenomena brain drain yang berlangsung dalam skala besar dan berkelanjutan, dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial di negara asal individu, serta merugikan sistem pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia di negara tersebut.

Oleh karena itu, penting bagi negara-negara untuk mengambil tindakan yang tepat untuk mencegah atau mengatasi brain drain, dan menciptakan kondisi yang baik untuk menarik, mempertahankan, dan mengembangkan sumber daya manusia yang terlatih dan terampil.

Terjadi di Ukraina

Perang dan konflik adalah katalis besar untuk brain drain. Ini terbukti setelah invasi Rusia ke Ukraina. Studi yang dilakukan oleh Parlemen Eropa menunjukkan perpindahan besar-besaran penduduk negara itu di seluruh Uni Eropa (UE). Salah satu bidang utama studi diperiksa adalah gerakan siswa.

Jumlah siswa yang meninggalkan Ukraina meningkat dua kali lipat dari 25.000 menjadi 50.000 antara tahun 2007 dan 2014. Jumlah tersebut melonjak menjadi sekitar 78.000 pada tahun 2019. Sebagian besar dari siswa ini terdaftar di institusi pasca sekolah menengah di Polandia.

Beberapa profesional yang meninggalkan Ukraina mengalami kesulitan mencari pekerjaan di bidang mereka di negara lain karena kurangnya pekerjaan yang tersedia atau keterampilan yang dapat dialihkan. Karena itu, beberapa memilih untuk mengambil pekerjaan bergaji rendah untuk mendapatkan rasa aman dan keselamatan.

Tapi bukan hanya Ukraina yang mengalami brain drain. Faktanya, Rusia juga mengalami pelarian modal manusia. Sanksi ekonomi yang dikenakan pada negara oleh AS, Inggris, dan Kanada, berdampak besar pada warga Rusia. Pemerintah federal juga memiliki undang-undang yang menghukum warga negara yang mendukung Ukraina.

Brain drain pada penerima beasiswa

Fenomena brain drain di Indonesia yang banyak menjadi perhatian adalah terhadap mahasiswa yang dibiayai lewat program pemerintah. Terutama yang dilakukan oleh lulusan LPDP yang enggan kembali ke Tanah Air.

Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Dr Tuti Budirahayu menjelaskan brain drain adalah perpindahan kaum intelektual, ilmuwan, cendikiawan dari negerinya sendiri dan menetap di luar negeri. Secara sederhana, kondisi itu digambarkan ketika banyak orang yang memiliki keahlian atau kepandaian. Tetapi tidak digunakan untuk membangun bangsanya atau memajukan negaranya.

Justru mereka lebih memilih bekerja atau berkarir di luar negaranya karena berbagai faktor. “Bisa karena kesejahteraan hidup di LN lebih baik, misalnya mendapatkan gaji yang jauh lebih tinggi, atau memang dibajak oleh negara lain atas dasar keahlian yang dimilikinya. Bisa juga mereka adalah para imigran yang secara politis tidak bisa kembali ke negaranya atau juga karena pilihan hidup,” papar Tuti dikutip dari laman resmi Unair.

Tuti menegaskan brain drain tidak saja terjadi pada penerima beasiwa LPDP. Akan tetapi, mereka yang sekolah ke LN dengan biaya sendiri dan memilih tidak kembali ke negara asalnya. Persoalan brain drain harus dibenahi melalui berbagai kebijakan yang ada di Indonesia.

Menurutnya, jika lebih banyak orang yang memilih bekerja atau berkarir di luar negeri. Jelas itu karena mereka tidak mendapat apresiasi yang tinggi dari pemerintah Indonesia. Bukan saja dari segi pendapatan yang rendah. Melainkan, apresiasi terhadap bidang kerja yang tidak sesuai harapan para alumni LN.

“Meski sistem dan aturan mengenai kewajiban kontribusi terus kami perbaiki. Komitmen kembali untuk berkontribusi di Indonesia adalah janji calon awardee. Itu juga akan kembali ditanyakan, digali, dan ditantang oleh pihak LPDP,” dilansir dari official LPDP.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button