Pejabat senior Suriah dari rezim brutal Bashar al-Assad dan kerabat mereka dilaporkan mencari perlindungan di ibu kota Beirut di bawah perlindungan Hizbullah setelah pemberontak Suriah menguasai wilayah tersebut. Beberapa dari tokoh-tokoh ini menginap di hotel-hotel mewah.
Harian Lebanon Nidaa al-Watan mengungkapkan, selain tinggal di hotel-hotel di Beirut, ada juga yang memilih tinggal di markas besar Hizbullah di pinggiran selatan kota itu. Di antara mereka yang bersembunyi adalah Ali Mamlouk, pejabat intelijen tingkat tinggi dan penasihat Assad, yang juga dicari otoritas Lebanon atas tuduhan teror karena diduga terlibat dalam pengeboman masjid Al-Taqwa dan Al-Salam tahun 2013 di Tripoli.
Mamlouk dilaporkan tinggal dengan nyaman di sebuah hotel mewah di Beirut di bawah perlindungan Hizbullah dan pasukan Keamanan Negara, kata media tersebut. Sementara Ghada Adib Mhanna, istri paman Assad dan ibu Rami Makhlouf – sepupu Assad sekaligus tokoh keuangan utama dalam rezimnya – dikabarkan menginap di hotel bintang lima di pusat kota Beirut.
Firas Issa Shaleesh, keponakan Dhu al-Himma Shalish – sepupu Assad dan kepala keamanan presiden yang meninggal pada 2022 serta terlibat dalam pembantaian Jisr al-Shighour di bawah pemerintahan Hafez al-Assad – dilaporkan menginap di hotel mewah lainnya di Beirut.
Media tersebut mencatat bahwa kedua hotel tersebut telah memperketat keamanan di sekitarnya, termasuk hingga tiga patroli keamanan negara yang ditugaskan di masing-masing hotel.
Masih menurut Nidaa al-Watan, pelarian para pejabat ini mengungsi ke Lebanon dikoordinasikan beberapa hari sebelum jatuhnya Damaskus, difasilitasi Hizbullah dan seorang perwira Keamanan Umum di perbatasan Lebanon yang diketahui memiliki hubungan dengan Mamlouk. Agen-agen Suriah dilaporkan membayar suap ribuan dolar kepada personel Keamanan Umum untuk mengamankan perjalanan mereka, tambah media itu.
Risiko bagi Keamanan Lebanon
Masuknya sejumlah tokoh intelijen Suriah ini menimbulkan risiko signifikan terhadap keamanan dan stabilitas Lebanon. Media tersebut memperingatkan bahwa “menyembunyikan para buronan ini dapat membuat Lebanon terkena sanksi internasional dan membahayakan hubungan dengan komunitas internasional”.
Ia juga mencatat bahwa kehadiran mereka menimbulkan kekhawatiran tentang potensi pembalasan, termasuk risiko menjadi sasaran serangan Israel di Beirut atau pinggiran selatan. Situasi ini memicu kemarahan di kalangan warga Lebanon, khususnya keluarga korban kekejaman rezim Suriah, termasuk selama pendudukan mereka di Lebanon.
Sebuah partai politik terkemuka yang didominasi Druze pada Selasa (10/11/2024) memperingatkan bahwa Lebanon tidak boleh menjadi tempat aman bagi pejabat Suriah yang bertanggung jawab atas kejahatan.
Partai Sosialis Progresif (PSP), yang dipimpin keluarga Jumblatt Lebanon, meminta Beirut untuk mencegah negaranya menjadi tempat perlindungan bagi pejabat rezim sehingga Lebanon tidak menanggung akibat hukum dan politik.
“Setelah berita tentang beberapa pemimpin rezim terguling di Suriah yang melarikan diri ke Lebanon melalui penyeberangan resmi, atau menyeberang dari Lebanon ke negara lain, PSP memperingatkan bahaya mengubah Lebanon menjadi tempat berlindung yang aman bagi mereka yang bertanggung jawab atas banyak kejahatan terhadap warga Lebanon dan Suriah.”
Perdana Menteri sementara Najib Mikati telah membahas laporan tentang masuknya atau transit mantan pejabat Suriah melalui Lebanon. “Kebijakan pemerintah Lebanon selalu mematuhi hukum Lebanon dan hukum internasional,” katanya.
Ia juga menambahkan bekerja sama erat dengan menteri kehakiman, jaksa penuntut umum, dan penjabat direktur jenderal Keamanan Umum untuk menangani masalah tersebut dengan cara mengutamakan kepentingan Lebanon dan menjaga hubungan masa depan dengan rakyat Suriah.