Analis dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, mengkritisi semakin banyaknya BUMN yang mengalami kesulitan keuangan. Utang menumpuk, pendapatannya terjun bebas.
“Isu keuangan BUMN semakin memburuk santer menjadi pemberitaan. Sebabnya BUMN banyak utang, dikarenakan mendapat penugasan dari pemerintah untuk membangun berbagai macam infrastruktur,” papar Salamuddin, Jakarta, Selasa (3/9/2024).
Dia menyebut, nasib BUMN karya saat ini, benar-benar di ujung tanduk. Utangnya terus menggunung, semakin jauh dari harapan pemerintah sebagai agen pembangunan sekaligus pendulang uang untuk negara.
“Dalam satu dekade ini, banyak uang yang dikeluarkan BUMN untuk membangun jalan, pelabuhan, bandara, dan lain-lain. Namun penerimaan BUMN yang diperoleh tidak sesuai harapan, tidak dapat diandalkan untuk menutup kewajiban,” ungkapnya.
Harga jual barang maupun jasa dari BUMN tersebut, kata dia, gagal menutup ongkos yang dikeluarkan. Akibatnya semakin banyak BUMN yang merugi. Untuk menutup pengeluaran yang semakin meningkat termasuk akibat inflasi, depresiasi mata uang termasuk cash flow perusahaan, dilakukanlah utang baru. Gali lubang bikin jurang.
“BUMN tak dapat menaikkan harga jual produknya atau tarif layanan karena barang publik menyangkut hajat hidup orang banyak. Jika harga produk atau tarif layanan naik, pastilah rakyat yang sengsara,” kata salamuddin.
Satu satunya cara bagi BUMN untuk selamat, lanjtu Salamuddin, ikuti cara PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Kedua BUMN ini, diberikan penugasan oleh pemerintah untuk mendistribusikan energi bersubsidi dengan harga ditetapkan pemerintah.
“Jika terjadi selisih harga atau harga yang ditetapkan berada di bawah harga keekonomian, maka PLN dan Pertamina diberikan kompensasi. Jika tidak ada subsidi dan kompensasi untuk Pertamina dan PLN, maka dipastikan 100 persen kedua BUMN itu bangkrut,” kata Salamuddin.
Sehingga jangan heran jika angka subsidi dan kompensasi yang harus dibayar pemerintah kepada kedua BUMN itu, terus membesar. Intinya, semakin jebol kuota Pertalite, Solar dan LPG melon, maka semakin besar penerimaan dan pendapatan Pertamina dan PLN.
“Ora urus terhadap semua bentuk pengendalian dengan alasan transisi energi sekalipun. Yang penting, everybody happy,” pungkasnya.