News

Beda Pendapat soal Putusan PN Jakpus di Kubu Pemerintah, Jokowi Mesti Tengahi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta turun tangan, agar publik tidak lagi dipertontonkan drama beda pendapat antara Menko Polhukam Mahfud Md dengan Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan. Jangan sampai ada kesan di masyarakat, pemerintah terpecah dua kubu dalam menanggapi putusan tunda pemilu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Demikian disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, dalam diskusi bertajuk ‘Mempersoalkan Putusan Janggal PN Jakpus Terkait Penundaan Pemilu 2024‘ secara virtual, Minggu (5/3/2023).

“Dua atau tiga hari belakangan ini kita lihat bagaimana kemarahan dari Menkopolhukam, Pak Mahfud bahkan mengatakan ada permainan dari putusan ini, Namun tenaga ahli kantor staff Presiden, Ade Irfan Pulungan mengatakan harus hormati putusan pengadilan, ini harus ditengahi permasalahannya, karena ada dua pendapat yang jelas berbeda,” kata Kurnia.

Kurnia menegaskan menengahi yang dimaksud bukan untuk meminta Jokowi mengintervensi hak kebebasan berpendapat kedua belah pihak, melainkan mantan Gubernur DKI Jakarta itu diharapkan menunjukkan sikap yang jelas dan tegas pada persoalan ini. “Dalam arti bukan mengintervensi perbedaan tersebut, tapi dorong KPU untuk ajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta,” tambahnya.

Terkait pandangannya soal putusan PN Jakpus, Kurnia menegaskan bahwa putusan atas perkara bernomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst tersebut, bukan sebuah produk hukum, melainkan produk politik.

“Ini jelas produk politik yang dibalut dengan substansi hukum. Kalau mengacu pada UU Pemilu jelas apa yang diminta Partai Prima untuk disidangkan ke Bawaslu dan PTUN,” lanjut Kurnia.

Putusan ini, sambung dia, bertentangan dengan kehendak rakyat, mengingat beberapa hasil survei menyebut bahwa mayoritas masyarakat menginginkan Pemilu 2024 tetap berjalan dan terselenggara pada Februari 2024.

“Dari survei indikator politik, charta politica dan litbang kompas, lebih dari 60 persen meminta penyelenggara pemilu tepat waktu, filosofis putusan tersebut sama sekali tidak menggambarkan keadilan, kepastian dan kemanfaatan untuk seluruh pihak baik peserta pemilu maupun masyarakat pemilih,” tutupnya.

Beda Pendapat Mahfud-Ade

Dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023) majelis hakim mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari.

“Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” demikian bunyi putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Oyong memerintahkan KPU untuk tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024 guna memulihkan dan menciptakan keadaan adil serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan, ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan KPU sebagai pihak tergugat.

Menko Mahfud meyakini ada permainan belakang di balik putusan PN Jakpus yang meminta agar pemilu ditunda, sebab putusan itu disebut Mahfud sudah salah kamar. Ia menegaskan dirinya bersama pemerintah akan mengawal permasalahan ini, sekaligus memastikan Pemilu 2024 tetap berjalan sesuai jadwal yang sudah ditentukan.

“Pemilu ini akan jalan, kita akan lawan habis-habisan putusan itu. Karena putusan itu salah kamar. Ibarat mau kawin, memperkuat akte perkawinan di pengadilan, itu kan harusnya ke pengadilan agama tapi masuknya ke pengadilan militer kan nggak cocok. Sama ini, ini urusan hukum administrasi kok masuk hukum perdata, ada main mungkin di belakangnya, iyalah pasti ada main, pasti,” jelasnya di kanal Youtube Kemenko Polhukam, Minggu (5/3/2023).

Sementara, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan beda pendapat. Ia meminta semua pihak menghargai upaya hukum yang ditempuh oleh Partai Prima. Sebab gugatannya ke PN Jakpus semata-mata untuk mencari keadilan agar bisa ikut sebagai peserta pemilu.

Selain itu, menurutnya putusan PN Jakpus juga memiliki dasar sehingga apapun putusan tersebut harus dilihat dari substansinya dan tafsir hukum yang ada. “Nah pertanyaan kita, apa yang salah kalau Partai Prima menggunakan hak hukumnya. Kalau tadi Feri Amsari menyatakan ini tidak ada kompetensi relatif dan kompetensi absolutnya, itu kan tafsiran kita. Tapi kan tafsiran PN Jakpus, mereka mengatakan ini kami mempunyai objek hukum yang disampaikan kepada PN ada kan gitu,” ungkap Ade Irfan di Jakarta, Sabtu (4/3/2023)

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button