News

Bela Diri, Baiquni Ngaku Tahu Brigadir J Ditembak dari Chuck Putranto

Terdakwa perkara perintangan penyidikan kasus pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Baiquni Wibowo mengaku baru tahu bahwa narasi tembak-menembak adalah karangan Ferdy Sambo dari terdakwa Chuck Putranto saat ditahan di tempat khusus (patsus).

“(Mengetahui) penembakan terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat yakni pada tanggal 6 Agustus 2022 pada saat saya sudah di patsus dan saya mengetahuinya dari Chuck Putranto,” kata Baiquni saat membacakan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2023).

Ia sungguh tak percaya dirinya bisa termakan skenario palsu buatan Ferdy Sambo. Baiquni menyesal karena dirinya terlalu emosional sehingga tak bisa berpikir jernih menggunakan akal sehat.

“Saya sungguh terpukau dan kagum dengan keadaan kacau balau yang sanggup diciptakan oleh beliau (Ferdy Sambo).Sungguh fatal bagi saya dan keluarga saya,” ujar Baiquni.

Soal Tindakan menyalin rekaman CCTV diakui Baiquini sebagai bentuk upaya untuk membantu penyidik. Akan tetapi niat baiknya berujung pada petaka yang sedang ia jalani sekarang.

Rekaman CCTV yang disalin Baiquni menunjukkan bahwa Brigadir J masih hidup ketika Sambo tiba di tempat kejadian perkara, Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Video tersebut merupakan barang bukti terjadinya pembunuhan terhadap Brigadir J dan mematahkan skenario tembak menembak antara Brigadir J dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E sebagaimana yang disusun Ferdy Sambo.

“Saya memiliki niat yang tulus membantu para penyidik dengan memberikan salinan rekaman CCTV tersebut. Saya harus melawan rasa takut saya untuk melawan kuasa seorang Kadiv Propam,” ucapnya.

Ia sungguh menyesal dan tak menyangka bahwa langkah itu justru berujung di meja hijau pengadilan. Adapun penyesalan terdalamnya adalah imbas dari kasus ini kepada keluarganya yang harus menanggung malu.

“Niat saya untuk membantu malah membuat saya sampai pada persidangan hari ini. Niat saya membantu penyidik malah membuat seluruh keluarga saya harus menanggung malu,” tutupnya.

Diketahui dalam perkara perintangan penyidikan ini, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah menuntut enam terdakwa dengan pidana penjara dan denda. Terdakwa Arif Rachman Arifin dituntut dengan hukuman satu tahun penjara dan Rp10 juta subsider tiga bulan penjara karena bersikap terus terang dan menyesali perbuatannya selama sidang berjalan.

Terdakwa lainnya, Irfan Widyanto juga dituntut satu tahun penjara dan denda Rp10 juta subsider tiga bulan penjara karena pernah meraih penghargaan Adhi Makayasa atau lulusan Akademi Politik terbaik pada 2010 sehingga diharapkan bisa memperbaiki perilakunya di kemudian hari.

Kemudian, terdakwa Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut hukuman dua tahun penjara dan denda Rp10 juta subsider tiga bulan penjara. Sedangkan, mantan Karo Paminal Divpropam Polri Hendra Kurniawan dan terdakwa Agus Nurpatria dituntut lebih berat, yaitu hukuman pidana tiga tahun penjara. Keduanya juga harus membayar denda Rp20 juta subsider tiga tahun penjara.

Jaksa menuntut para terdakwa berdasarkan dakwaan primer, yaitu Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button