Market

Bela Menteri Etho, Adian: IPO PGE Bukan Privatisasi

Anggota Komisi VII DPR Adian Napitupulu mendukung ide Menteri BUMN Erick Thohir (Etho) menjadikan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha Pertamina melantai di bursa.

Kata Adisn, agar kinerjanya semakin bagus, transparan serta efisien. Rencana penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) dari PGE, bukanlah privatisasi.

“Secara logika, dengan menjadi emiten, tentu kinerja, transparansi, dan efisiensi PGE akan meningkat. Jika ada yang mengkaitkan IPO PGE ini seolah sebuah langkah privatisasi, maka tentu itu tidak tepat karena yang dilepas tidak lebih dari 25 persen,” kata Adian di Jakarta, Jumat (17/2/2023).

Oleh karena itu, lanjut aktivis 98 itu, tidak tepat jika ada sejumlah pihak yang menyebutkan IPO PGE, sama halnya dengan penjualan aset negara kepada swasta. Sehingga, langkah IPO PGE layak ditolak.

Adian menilai, upaya-upaya penolakan IPO PGE itu, terlalu berlebihan. Bukan tidak mungkin, ads penumpang gelap dalam penolakan tersebut. Tujuannya politis yakni mendiskreditkan kinerja BUMN yang mengarah kepada Menteri BUMN Erick Thohir (Etho).

Selanjutnya, Adian mengajak masyarakat lebih objektif sehingga tidak mudah disulut dengan isu privatisasi yang tidak logis. Apalagi, terdapat beberapa poin yang jika dicermati dengan akal sehat, justru memperlihatkan bahwa IPO PGE memang positif.

Menurut dia, hal positif tersebut yakni jumlah saham yang dilepas hanya 25 persen atau tidak sampai setengah. Komposisi tersebut menunjukkan, pemegang saham mayoritas masih tetap berada di tangan PT Pertamina (Persero), sebagai holding PGE.

Dengan demikian, tambahnya, seluruh garis kebijakan organisasi juga tetap di bawah kendali Pertamina yang notebene badan usaha milik negara.

“Logikanya saja, bagaimana mungkin publik sebagai pemilik 25 persen saham, bisa mengambil alih dari Pertamina yang masih memiliki mayoritas saham, yaitu 75 persen? Tolong tunjukkan hitung-hitungannya kalau memang 25 persen bisa mengambil alih yang 75 persen,” kata Adian.

Kemudian, prinsip transparansi bersifat mandatori bagi emiten, lanjutnya, dengan prinsip tersebut, tidak ada celah bagi PGE untuk menutup-nutupi atau merekayasa laporan keuangan. Artinya, semua serba fair.

Setiap transaksi akan terlihat dan diawasi, tambahnya, jika terdapat upaya kecurangan, tentu bisa dengan mudah terbaca oleh publik.

Selain itu, kata dia, perusahaan yang bergerak di sektor panas bumi, yang notabene merupakan backbone energi baru dan terbarukan (EBT), PGE membutuhkan dana tidak sedikit, yang salah satu sumber pendanaan tersebut melalui IPO.

“Jangan lupa bahwa dengan IPO, PGE tidak perlu membayar kewajiban pembayaran utang. Yang dilakukan hanya sharing keuntungan dengan investor,” ujarnya.

Keempat, perusahaan panas bumi yang beroperasi di Indonesia tidak hanya PGE, tetapi ada juga perusahaan swasta lainnya dengan total pengusahaan tidak kurang dari 49 perusahaan termasuk perusahaan swasta.

“Dari data itu maka isu swastanisasi tentu semakin tidak berdasar karena perundang-undangan memang membuka peluang bagi pihak swasta untuk mengelola panas bumi tidak hanya saham saja,” ujar Adian.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button