Belajar dari Megaproyek IKN, Ekonom Ragukan Komitmen Investasi Qatar Senilai US$2 Miliar


Pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang Qatar siap berinvestasi US$2 miliar atau setara Rp32,4 triliun (kursRp16.700/US$), melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), layak diapresiasi sebagai langkah strategis diplomasi ekonomi.

Komitmen tersebut disampaikan Presiden Prabowo usai pertemuan dengan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani, merupakan sinyal positif terhadap hubungan bilateral Indonesia-Qatar. Sekaligus menunjukkan naiknya daya tarik ekonomi Indonesia di mata investor asing.

“Namun, pertanyaan kunci yang muncul adalah, apakah komitmen investasi itu dapat segera direalisasikan. Atau harus melalui proses panjang yang penuh tantangan,” ungkap ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, Jakarta, Senin (14/4/2025).

Achmad Nur mengatakan, secara normatif, investasi asing langsung semacam komitmen investor Qatar, tidak serta-merta cair. Hanya karena ada pernyataan politik atau penandatanganan nota kesepahaman.

Proses realisasi dana investasi Qatar ini, diyakini Achmad Nur, kemungkinan besar harus melalui beberapa tahap penting. Pertama, penyusunan struktur investasi dan skema dana bersama (co-investment fund). Kedua, due diligence atas proyek-proyek strategis BPI Danantara yang akan didanai.

“Ketiga, negosiasi dan kesepakatan atas mekanisme pembagian risiko dan keuntungan. Keempat, persetujuan teknokratis dan administratif dari masing-masing negara,” ungkapnya.

Pernyataan Pandu Sjahrir selaku Chief Investment Officer BPI Danantara yang mengungkapkan dana investasi tersebut akan dipakai untuk proyek-proyek strategis, Mulai ketahanan pangan, energi, digitalisasi, dan infrastruktur.

“Ini memperjelas semuanya bukan sekadar investasi portofolio. Melainkan berbentuk investasi langsung yang membutuhkan perencanaan dan eksekusi terukur,” ungkapnya.

Selanjutnya, Achmad Nur mengingatkan bagaimana investor Qatar pernah digadang-gadang masuk ke proyek Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim).

Kala itu, pemerintah menyebut sejumlah sovereign wealth fund dari Timur Tengah, termasuk Qatar Investment Authority (QIA) menyatakan ketertarikan masuk ke megaproyek IKN yang investasinya mencapai Rp466 triliun. “Namun, hingga kini tidak ada realisasi konkret dari komitmen tersebut,” papar Achmad Nur.

Nyatanya, lanjut Achmad Nur, tidak ada alokasi dana, tidak ada proyek yang dibiayai investor Qatar. Yang tersisa hanya narasi optimisme dari para pejabat. Ini menjadi pelajaran penting bahwa komitmen politik tinggi tidak menjamin eksekusi yang nyata tanpa kesiapan proyek yang matang, transparansi, dan kepastian hukum yang kuat.

“Kegagalan dalam menarik dana Qatar ke IKN harus menjadi cermin bagi BPI Danantara agar tidak mengulangi pendekatan yang sama: menjual mimpi tanpa kesiapan teknokratis,” pungkasnya.